Ramadhan Berkah

Amanah Dan Ketauladan

173
×

Amanah Dan Ketauladan

Sebarkan artikel ini
Zainal Abidin Alihamu

ADA sebuah ungkapan bijak, sesakit apapun sebuah kejujuran akan lebih menyakitkan lagi ketika kebohongan terungkap. Orang yang tidak jujur suatu saat akan merasa tidak aman, karena merasa tidak amanah.

Demikian petikan kalimat pembuka Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Banggai, H. Zainal Abidin Alihamu pada tauziah Ramadhan malam ketiga di Masjid Agung Annur Luwuk, Rabu (14/04).

Saya berbicara tentang amanah ini, karena saya pernah ditanya tentang amanah oleh seorang pemuda. Ustad, orang tua saya sewaktu sakit parah di rumah sakit dia menitipkan amanah kepada saya, disampaikan kalau dia meninggal dunia kuburkan di Batui, karena disana tempat kelahirannya.

Singkat cerita sambung Zainal, ketika orang tuanya sembuh lantas sebulan kemudian dia sakit parah di rujuk ke Makassar. Sampai di sana orang tuanya titip amanah lagi. Kalau nanti dia meninggal maka kuburkan di Luwuk. Karena di Luwuk banyak keluarganya.

Pemuda itu bingung. Mana amanah yang harus dilaksanakannya. Apakah kuburkan di Batui atau di Luwuk.

Kepada pemuda itu, Zainal menegaskan, keduanya betul. Yang tidak betul itu kalau tidak di kuburkan.

Dalam hukum fiqhi maka di dahulukan perintah atau amanah yang kedua. Sebab dalam fiqhi itu ada istilah sebuah perintah pertama terhapus, karena ada perintah yang kedua.

Baca:  Setiap Hari, 350 Orang Buka Puasa di Masjid Agung Luwuk

Mantan Sekretaris Dinas Pendidikan Kabupaten Banggai ini kembali berujar, puasa itu membimbing kita menjadi manusia yang jujur, menjadi manusia manusia yang amanah.

“Coba lihat kalau kita masuk ke dalam kamar. Kita kunci rapat-rapat kita makan atau minum di dalam tidak seorang pun yang tahu. Tetapi kenapa kita tidak melakukan itu semua. Itu karena ada semacam perasaan malu kepada Allah,” jelas Zainal.

Nabi Muhammad SAW bersabda, puasa itu adalah benteng. Kenapa disebut benteng, karena puasa itu akan membentengi seseorang dalam dua perkara.

Pertama, benteng terhadap hawa nafsu. Kalau kita berbicara tentang hawa nafsu berarti kita berbicara tentang keinginan.

Contoh, kita mau berbuka puasa. Untuk anak-anak muda, begitu kita mau berbuka, semua makanan kita sediakan di atas meja. Mulai dari kue lalampanya, apolonya, kue paparahunya es kalapa muda. Di dalam hati kecil kita mengatakan, sebantar ngana rata saya bikin.

Akan tetapi begitu kita berbuka, baru seteguk air yang kita minum sudah merasa kenyang. Nah kemana nafsu tadi yang menggebu-gebu. Itulah indahnya puasa.

Baca:  Berpuasa di Bulan Ramadhan Agar Kita Bertaqwa

Kedua, puasa itu mengendalikan diri kita dari perbuatan yang sia-sia. Zainal menyampaikan satu hal, jadikan Ramadhan tahun ini sebagai Ramadhan yang terakhir. Sebab tidak ada jaminan kita akan bertemu dengan Ramadhan yang akan datang.

Maka Ramadhan tahun ini mengajarkan kepada kita bahwa puasa yang kita laksanakan sekarang ini bukan mendidik kita untuk lapar, melainkan puasa yang kita laksanakan ini mendidik kita untuk taat.

“Taat di saat kita lapar dan taat disaat kita kenyang, karena itu hanya orang orang yang bodoh yang ketika datang bulan Ramadhan dia tak mau tobat kepada Allah. Dan hanya orang-orang bodoh yang ketika datang bulan Ramadhan dia biarkan pahala itu berlalu bersama waktu,” kata mantan calon Wakil Bupati Banggai pilkada 2020 ini.

Tauziah berdurasi sekitar 10 menit itu, Ustad Zen-sapaannya menutup dengan sebuah ungkapan.

“Kita memang mendapatkan apa yang kita inginkan, tapi percayalah kepada Allah SWT telah memberikan apa yang kita butuhkan. Jangan biarkan kekecewaan itu menghancurkan harapan, karena sesungguhnya Allah mencintai hamba-Nya yang ber doa meskipun dia pernah di kecewakan”. *

(yan/ibm)

error: Content is protected !!