Oleh: Maharifka Rizky Humaerah
INDONESIA menargetkan menjadi negara maju pada tahun 2045—tepat satu abad setelah kemerdekaan.
Visi besar ini dikenal sebagai Indonesia Emas 2045, yang didorong oleh cita-cita ekonomi kuat, birokrasi efisien, dan rakyat yang sejahtera.
Namun, di tengah berbagai rencana dan strategi, publik justru lebih sering disuguhi drama politik, konflik kepentingan, dan kebijakan setengah hati.
Dalam kondisi seperti itu, muncul dua sosok yang belakangan mencuri perhatian publik karena keberanian dan ketegasannya: Purbaya Yudhi Sadewa, Menteri Keuangan , dan Andi Amran Sulaiman, Menteri Pertanian.
Dua figur ini menjadi simbol bahwa kepemimpinan berintegritas dan berani menabrak arus dapat mempercepat perjalanan bangsa menuju kemajuan—bahkan tanpa harus menunggu 2045.
Purbaya: Berani Bersuara di Tengah Gelombang Kepentingan
Nama Purbaya Yudhi Sadewa mencuat karena gaya bicaranya yang lugas dan sikapnya yang no nonsense.
Ia tidak ragu mengkritik pejabat atau lembaga lain yang dianggap menghambat kepentingan publik. Pernyataannya, “Saya hanya bertanggung jawab ke Presiden, yang lain saya tak peduli,” menjadi simbol independensi dan integritas pejabat publik yang jarang ditemukan saat ini.
Di tengah birokrasi yang kerap dipenuhi basa-basi dan kehati-hatian politis, Purbaya tampil sebagai sosok teknokrat yang berani mengatakan kebenaran tanpa takut kehilangan jabatan.
Ia memotret realitas ekonomi apa adanya, bukan seperti yang ingin didengar oleh para elit.
Salah satu yang membuat publik menaruh hormat adalah sikapnya terhadap masalah pembangunan kilang minyak.
Ketika sebagian pihak menuding Pertamina “malas membangun kilang,” Purbaya justru menyiratkan bahwa bukan kemalasan yang terjadi, melainkan ada “permainan di dalam”—sebuah kalimat yang mengguncang karena membuka tabir realitas sesungguhnya di balik lambatnya pembangunan sektor strategis nasional.
Purbaya bukan hanya bicara, tapi bertindak. Ia berupaya menegakkan prinsip tata kelola ekonomi yang transparan dan efisien.
Sikapnya mengingatkan publik pada figur reformis di masa lalu—orang-orang yang tak ragu mengorbankan kenyamanan jabatan demi kepentingan bangsa.
Dalam era politik transaksional seperti sekarang, keberanian seperti ini sangat langka.
Amran Sulaiman: Petani yang Jadi Menteri, Menteri yang Kembali Jadi Petani
Jika Purbaya dikenal dengan keberanian intelektual dan kebijakan ekonomi, maka Andi Amran Sulaiman dikenal sebagai pejuang pangan yang tak kenal kompromi.
Ia bukan politisi karbitan, melainkan anak petani sejati yang memahami getirnya kehidupan di lapangan.
Amran pernah berkata, “Saya bukan menteri yang ingin dipuji, saya ingin hasil.”
Kalimat ini bukan slogan kosong. Selama masa kepemimpinannya, Amran memotong rantai birokrasi bantuan pertanian, menindak tegas mafia pupuk dan benih, serta mempercepat distribusi alat dan teknologi ke petani.
Kepemimpinan Amran di Kementerian Pertanian menonjol karena gaya kerjanya yang langsung dan efisien.












