DKISP Kabupaten Banggai

Opini

Hubungan Diplomasi Antara Indonesia-China

481
×

Hubungan Diplomasi Antara Indonesia-China

Sebarkan artikel ini

OLEH: Lili Haryani D. Aluano (2070750057), Natanya Mikha (2070750063), Christoper William (207075066) dan Hagai Kristen Yesyurun Tewuh (2070750118)

HUBUNGAN Bilateral  antara Indonesia – China sudah berlangsung sejak tahun 1950-an dan banyak mengalami pasang surut sesuai dengan dinamika politik dalam masing-masing negara. Sekalipun persepsi Indonesia terhadap China kadang kala masih diwarnai perspektif ancaman, hubungan bilateral kedua negara perlahan tapi pasti menuju kepada kondisi kondusif karena adanya perubahan orientasi politik domestik di kedua negara. Sesuatu yang menggembirakan bahwa di era reformasi sekarang, kerja sama bilateral tersebut semakin meningkat khususnya dibidang politik dan ekonomi.

Kondisi saling membutuhkan dan saling mendukung kepentingan nasionalnya ini menjadi pertimbangan utama terlaksana kerja sama bilateral diberbagai bidang. China sebagai negara besar dan Indonesia sebagai Negara kekuatan menengah berpotensi menuju kepada kerja sama saling menguntungkan, tetapi kondisi ketidakseimbangan kekuatan (asymmetric power realtions) ini juga berpotensi cenderung memberi keuntungan lebih besar kepada kepentingan China atau kurang adil terhadap kepentingan Indonesia.

Oleh karena itu, kebijakan luar negeri Indonesia terhadap China menuntut keberpihakan strategi kepada kepentingan nasional. Michael I. Handel (1990) berpendapat bahwa “kuat lemahnya kekuatan negara-negara adalah relative berdasarkan dua ukuran. Pertama, kapasitas internal yang berupa kekuatan militer dan letak geografis. Kedua, kapasitas eksternal yang berupa aliansi dengan negara lain secara formal dan posisi yang tidak seimbang dalam hubungan dalam hubungan antara negara besar dan negara kecil”.  

Baca:  Mengatasi Sampah Plastik Sebagai Upaya Menghentikan Pencemaran Air Laut

Selain itu, David R. Mares (1988)  berpendapat bahwa “ kategori negara dapat dibagi dalam empat hubungan Internasional, yaitu yang pertama, kekuatan besar. Negara-negara yang termasuk dalam kekuatan besar  karena memiliki kemampuan untuk menentukan aturan dan mengontrol dalam system Internasional, baik dalam system bipolar, multipolar, maupun hegemonic.

Kedua, kekuatan sekunder. Negara-negara yang masuk kedalam kategori sekunder memiliki kemampuan untuk mengganggu system internasional melalui Tindakan unilateral namun tidak bisa mengubah system internasional tersebut.

Ketiga, kekuatan menengah. Negara-negara dengan kekuatan menengah ini tidak mampu mempengaruhi system internasional melalui Tindakan individual negaranya, namun memiliki sumber daya yang mencukupi untuk beraliansi dengan negara lain dalam jumlah dalam jumlah yang kecil, sehingga dapat mempengaruhi system internasional.

Keempat, kekuatan kecil. Negara-negara yang masuk kategori kekuatan kecil memiliki karakter berupa tidak mampu mempengaruhi system internasional melalui Tindakan individual negaranya, sehingga harus bersekutu dengan negara lain dalam jumlah besar, dimana keanggotaan negara ini dalam aliansi dengan negara lain dalam jumlah besar, dimana keanggotaan negara ini dalam aliansi dengan negara lain, juga tidak memiliki kemampuan untuk mempengaruhi aliansi tersebut”.

Indonesia memilih negara mitra bidang ekonomi sebagai penguat bargaining power Indonesia.  China yang telah mencanangkan kebijakan Belt and Road Initiative (BRI) memiliki intensi yang sangat besar untuk meningkatkan kerjasama ekonomi dengan Indonesia.

Dengan kelompok China, orientasi diplomasi Indonesia harus dipusatkan pada akselerasi kemajuan pembangunan ekonomi Indonesia. Kebangkitan China yang didasarkan pada pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus di pesisir China merupakan suatu model pembangunan ekonomi yang pantas untuk diikuti Indonesia.

Baca:  Menyoal Etika dan Moral Pemerintahan Bupati Amirudin (3)

Niat China pada kerjasama ekonomi harus dapat dimanfaatkan sebaik mungkin untuk kemajuan ekonomi Indonesia. Konsep bargaining yang dikemukakan memantapkan pilihan penjuru kemitraan sektor ekonomi dengan China. Selain itu, di era China modern atau kotemporer, China semakin berkembang menjadi negara yang memiliki kemampuan bargainning power yang cukup kuat. Karena hal tersebut China memetakan strateginya bukan hanya melihat dari aspek geografis namun juga melihat dari kondisi politik internasional.

Kebijakan The New Silk Road atau One Belt One Road China ini memiliki kepentingan ekonomi, politik, dan geopolitik. China melakukan berbagai kerjasama dengan negara-negara di sepanjang jalur untuk membangun berbagai infrastruktur guna menunjang hubungan perdagangan dengan negara di kawasan Eropa, Asia, dan Afrika. Kerjasama yang sangat dibutuhkan China dengan Indonesia saat ini adalah dalam hal pembangunan infrastruktur untuk meningkatkan konektivitas antar pulau dan meningkatkan kualitas infrastruktur pelabuhan.

Oleh sebab itu, tawaran bantuan investasi dari China ini sejalan dengan tujuan Negara Indonesia yaitu untuk memajukan kesejahteraan umum. Pemerintah sadar bahwa untuk mengimbangi pertumbuhan ekonomi yang cepat dibutuhkan dana yang banyak pula Melalui proyek Jalur Sutra ini, China dan Indonesia justru akan berkolaborasi untuk memperkuat kerjasama perdagangan internasional dengan membentuk jalur transportasi demi mendorong pembangunan.

error: Content is protected !!