DKISP Kabupaten Banggai

Opini

Ironi Kalimantan Terlanda Banjir

303
×

Ironi Kalimantan Terlanda Banjir

Sebarkan artikel ini
Ironi Kalimantan Terlanda Banjir

Oleh: Farhat Abbas

SUNGGUH ironis. Itulah sebuah kalimat yang pantas dilontarkan ketika menyaksikan sebagian besar wilayah Pulau Kalimantan dilanda banjir. Air dalam jumlah jutaan M3 menggenangi sebagian wilayah Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah. Sangat tidak rasional, karena – sebagai paru-paru dunia – konotasi kawasan Kalimantan secara dominan  masih tertutupi alam hutan belantara.

Dan konsekuensi logisnya, luasan alam hutan menjadi penyerap debit air dalam volume jutaan M3. Berarti, tidaklah masuk akal ketika kita saksikan panorama banjir yang menggenang beberapa wilayah Kalimantan itu.

Realitas itu mengundang tanya, bagaimana mungkin Kalimantar harus dilanda banjir antara 3 – 5 meter? Jawabannya sederhana: terjadi kerusakan ekosistem yang cukup serius di wilayah Kalimantan yang bersifat sistemik.

Dan kontribusi terbesar dari kerusakannya adalah pembalakan hutan belantara di Kalimantan yang – secara terus menerus – mengalami reduksi secara massif-ekstensif.

Menurut World Wildlife Fund (WWF), luas hutan Kalimantan sekitar 74 juta hektar tinggal 71% pada 2005. Dan jika penebangan hutan seluas 6 juta hektar dibiarkan – maka, pada akhir 2021 akan berkurang: menjadi 75%-nya.

Baca:  Ancaman Kreativitas Pewarta

Hal ini perlu dipertegas bahwa terjadi pembiaran pembalakan hutan secara sistimatis, terencana dan terorganisir, bahkan tertopang secara regulatif, di samping proteksi dari oknum birokrat dan aparat keamanan setempat.

Baca juga: Neokomunis Indonesia: Fatamargona?

Sementara, pembalakan liar secara individu atau kelompok kecil yang berorientasi pemenuhan kebutuhan hidup tidak seberapa dibandingkan pembalakan korporasi. Panorama pembalakan hutan itu – pada era 1980-an – diawali dengan “baju” gerakan konversi hutan industri, yaitu penanaman kelapa sawit.

Menurut catatan Kementerian Kehutanan, konversi lahan hutan belantara ke sawit di Kalimantan Tengah mencapai 1,48 juta hektar, Kalimantan Barat 1,5 juta hektar dan di Kalimantan Selatan seluas 424.932 hektar. Jika memang tujuan penanaman kelapa sawit, mengapa terjadi puluhan juta hektar pepohon hutan tertebang? Berarti, para pengusaha Hak Penguasahaan Hutan (HPH) sejatinya menguncar kayu-kayunya.

Memperkuat motif pera pengusaha HPH, Douglas Sheil dari Norwegian University of Life Science – dengan menggunakan 400 citra satelit landset –menemukan data bahwa pada periode 2015, terjadi deforestasi di Kalimantan sekitar 9,1 juta haktar tanpa reboisasi dan tak terlihat tanaman kelapa sawit. Artinya, terjadi pembalakan hutan untuk mendapatkan kayu dari pohon-pohon yang sebagiannya berusia puluhan tahun.

Baca:  Dirikan Partai Pandai, Farhat Abbas Gandeng Elsya Syarief dan Dokter Lois

Yang perlu digaris-bawahi, gerakan deforestasi secara massif dan ekstensif menjadi faktor determinan atas hancurnya ekosistem lingkungan di Pulau Borneo itu.

Sementara, sebagian program penanaman kelapa sawit dan reboisasi bukan hanya tidak langsung dilakukan  pasca perambahan itu, tapi terjadi jeda waktu yang tidak sebentar. Hal ini sejalan dengan proses land clearing yang harus dilakukan sebagai proses kebutuhan teknis penanaman, semua itu membuat keterlambatan tersendiri bagi areal kehutanan.

Dan hal ini menjadi masalah serius  saat musim hujan. Di sisi lain, secara karakter botanik, kelapa sawit sebagai pohon yang berakar serabut sangat beda (jauh lebih minim) kapasitas serapan airnya dibanding pohon-pohon berakar tunjang.

error: Content is protected !!