Opini

MENELISIK SIASAT KAMPANYE BUPATI HY

407
×

MENELISIK SIASAT KAMPANYE BUPATI HY

Sebarkan artikel ini
Aswan Ali

Ditengah-tengah pidatonya yang ditingkahi riuhnya tepuk tangan antusias massa, HYM juga selalu memaparkan riwayat karir politik Bupati HY, mulai dari terpilih menjadi anggota dewan dua kali, hingga katanya (bakal) akan terpilih lagi menjadi Bupati Banggai untuk periode ke-2 di Pilkada 2020 ini. Oh iya, dalam pertemuan-pertemuan itu HYM juga tidak lupa menyampaikan puja-puji kepada Bupati HY dengan sederet prestasi yang telah dicapai. Bahkan dengan fasihnya HYM mengulas tentang apa dan bagaimana duduk masalahnya sehingga Bupati HY mendapat “cobaan” di Pilkada melalui pemberian status TMS oleh KPU Banggai, yang katanya sudah menyimpang dari dasar ketentuan peraturan yang berlaku, yang tentu saja dengan opini dan persepsinya sendiri. (singkatan TMS ini biasanya diplesetkan menjadi “Torang Masih Sayang”). Dan satu lagi, HYM juga menyebut-nyebut ada oknum kandidat bupati tertentu yang mencoba menghalang-halangi upaya Bupati HY mencari keadilan di PTTUN Makassar.

Lalu, bagaimana sikap Bupati HY mendengarkan senandung pidato politik HYM, itu? Seperti terlihat dalam tayangan video di media sosial yang ramai dibagikan para netizen, Bupati HY nampak tersenyum menikmati riuhnya tepuk tangan warga, sebagai pertanda bahwa mereka masih TSM (tetap setia mendukung). Hahaiiiyyy…! 

Nah dari fakta empirik seperti itu, maka izinkan penulis berpendapat dan menarik kesimpulan, bahwa ketika mendampingi dan berbicara pada acara-acara pertemuan bersama Bupati HY itu, maka keberadaan HYM itu lebih tepat disebut sebagai “jurkam” (juru kampanye) Bupati HY untuk memikat rasa simpati dan dukungan publik kepada HY. Apalagi, HYM memang resmi menjadi relawan pendukung Winstar.

Apakah Terlarang ?

Pembahasan selanjutnya adalah, dari rangkaian peristiwa kampanye ala Bupati HY bersama relawan HYM itu, apakah hal itu terlarang sesuai ketentuan peraturan yang mengatur tentang kewajiban pejabat negara/daerah dalam konteks Pilkada, mengingat HY dan ML saat ini belum resmi menjadi calon? Pertanyaan lain yang juga perlu dijawab adalah, oleh karena belum resmi menjadi peserta Pilkada, apakah status petahana masih melekat pada atribut jabatan Bupati HY dan Wabup ML?

Baca:  Jalan Rusak di Batui Selatan Banggai Diperbaiki Swadaya
Baca juga: MITOS DAN PETAHANA

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, penulis merujuk pada ketentuan pasal 71 ayat (1) dan ayat (3) UU No. 10/2016. Norma hukum yang digunakan dalam pasal tersebut adalah norma yang mengatur tentang larangan bagi pejabat negara/daerah, pejabat ASN, anggota TNI/Polri, termasuk kepala desa/lurah untuk berbuat dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon. Bahwa oleh karena norma tersebut bersifat larangan, maka terhadap pelanggarnya diancam dengan sanksi hukuman, baik dengan pidana penjara maupun denda uang (vide: pasal 71 ayat 6 jo pasal 188 uu pemilihan).

Untuk menarik peristiwa “kampanye terselubung” itu menjadi suatu delik yang melanggar norma hukum, maka harus ditemukan fakta ril yang dapat dikonversi menjadi alat bukti. Kemudian dari fakta yang dapat dijadikan alat bukti tersebut, perlu disinkronisasi dengan norma yang terdapat dalam pasal dan ayat tersebut, apakah cukup terpenuhi unsur-unsurnya sebagai suatu perbuatan atau delik yang melanggar suatu larangan (norma probihere).

Nah menurut penulis, perbuatan atau tindakan Bupati HY yang dengan sengaja melibatkan dan/atau mengikutsertakan HYM dalam rangkaian pertemuan dinas berkedok kampanye, itu telah memenuhi unsur pelanggaran norma pasal 71 ayat (1) dan ayat (3) juncto pasal 155 ayat (1) ke-1 KUHP, oleh karena perbuatannya dilakukan secara bersama-sama dan/atau turut ikut serta melakukan suatu perbuatan terlarang.

Baca:  Ini Alasan LSM Lapelhi Banggai Tolak Aplikasi MyPertamina

Unsur-unsurnya, pertama Bupati HY dengan sengaja melibatkan HYM, kedua HYM bukanlah pihak atau subjek dalam struktur organisasi perangkat daerah, ketiga HYM jelas dan tegas berbicara mengenai hal-hal yang merugikan salah satu pasangan calon (AT-FM), keempat peristiwa itu terjadi dalam masa terlarang (pasal 71 ayat 3), kelima norma yang terdapat pada pasal dan ayat tersebut berlaku secara imperatif; artinya Bawaslu Kabupaten Banggai dan jajarannya dapat segera melakukan penindakan atas pelanggaran aturan pemilihan tersebut, meskipun tanpa adanya aduan dari pihak yang dirugikan.

Namun lebih siip lagi, jika Paslon atau tim kampanye maupun relawan AT-FM mengadukan kasus pelanggaran tersebut, demi lebih meyakin pihak Bawaslu/Panwas bahwa dalam kasus tersebut benar adanya pihak yang dirugikan.

Menjawab pertanyaan, apakah Bupati HY saat ini masih melekat statusnya sebagai petahana, menurut penulis, oleh karena Bupati HY dan Wabup ML masih terikat hubungan hukum dengan pihak penyelenggara Pilkada, dalam hal ini KPU dan Bawaslu, maka status petahana itu masih tetap eksis melekat pada kedua pejabat tersebut. Bukti adanya hubungan hukum antara kedua subjek hukum tersebut, terlihat nyata melalui gugatan Winstar pada KPU Banggai di PTTUN Makassar, dan laporan Winstar ke DKPP atas dugaan pelanggaran kode etik (KEPP) yang dilakukan oleh Bawaslu Kabupaten Banggai.*

*Penulis adalah advokat / Ketua DPC PPKHI Kab. Banggai, tinggal di Luwuk

error: Content is protected !!