DKISP Kabupaten Banggai

Opini

Mitos, Religi dan Sains Kita

265
×

Mitos, Religi dan Sains Kita

Sebarkan artikel ini

Kini sains merasa semakin kokoh dengan arogansi rasionalitasnya. Semua instrumen canggih yang memudahkan gerak manusia dianggap prestasi tertinggi yang tak mungkin diraih jika hanya bersandar pada tahayul dan teks suci. Ilmu pengetahuan bukan sekedar keyakinan, tapi tindakan nyata. Hasilnya, sains dan teknologi menjadi bagian dari kekayaan peradaban. Sekalipun demikian mitos dan religi tak pernah mati, bahkan ketika mereka dilangkahi dan dikesampingkan. Mitos, kendatipun tertatih jauh dibelakang, sekali-kali datang dan menyita perhatian sebagian publik, entah lewat Bidadari turun dari kahyangan atau seorang anak yang mampu bertelur (Supeli, 2016). Mungkin saja mitos modern yang gagal rancang berubah rupa menjadi hoax. Lepas dari itu masing-masing menampilkan sisi terbaik dan ekses berlebih atas keyakinan yang terus dibangun para penganutnya.

Sains diakui mempermudah kita membangun pengalaman, walau sisi berlebihnya ia kadang menjebak manusia ke bilik hampa nilai. Sains mengurai bukti agar gulita menjadi kebenaran walau relatif. Tentu saja kebenaran dimaksud adalah kebenaran objektif minus subjektivitas sebisa mungkin. Dalam pencarian itu pengetahuan seringkali menerobos batas suci yang di klaim mitos dan religi. Sejak kemunculan logos, kesakralan religi dipertanyakan lewat kritik god is death. Religi bermaksud menjadi cahaya dan pelentur bagi kesombongan mitos dan pengetahuan, kendatipun pengetahuan mengklaim datang untuk mencerahkan, tak jarang pun menuju kesesatan. Disisi yang sama religi tak luput dari kecurigaan menyimpan spirit membahayakan. Disadari atau tidak, kita sedang berdiri ditengah keangkuhan pengetahuan dan fanatisme religi. Pada keterjepitan semacam itulah Nietzche (1884) pernah bertanya, dalam makna seperti apakah kesolehan kita kini dinilai? *

(penulis adalah Dekan Fakultas Politik Pemerintahan IPDN)

error: Content is protected !!