DKISP Kabupaten Banggai

Opini

PETAHANA DALAM PUSARAN KONFLIK KEPENTINGAN PILKADA

387
×

PETAHANA DALAM PUSARAN KONFLIK KEPENTINGAN PILKADA

Sebarkan artikel ini
Aswan Ali

AMAR PUTUSAN

DKPP kemudian mengeluarkan Putusannya pada tanggal 06 Januari 2017 dengan Putusan No. 125/DKPP-PKE-V/2016, No. 126/DKPP-PKE-V/2016, No. 132/DKPP-PKE-V/2016, No. 145/DKPP-PKE-V/2016. Adapunamar putusan DKPP yang dijatuhkan atas  kasus tersebut antara lain menyatakan: Mengabulkan pengaduan Pengadu I untuk sebagian dan  menolak pengaduan Pengadu II untuk seluruhnya. Menjatuhkan sanksi berupa peringatan kepada Teradu I an. Muhammad, Teradu II an. Nelson Simanjuntak, Teradu III an. Nasrullah, Teradu IV an. Daniel Zuchron, dan Teradu V an. Endang Wihdaningtyas, selaku Ketua dan anggota Badan Pengawas Pemilu RI.; kepada Teradu VI an. Nelce RP. Ringu, Teradu VII an. Jemris J. Fointuna, dan Teradu VIII an. Albert JJ Banu selaku Ketua dan anggota Bawaslu Prov. Nusa Tenggara Timur.

DISKUALIFIKASI PETAHANA

Pelaksanaan Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) dilaksanakan pertama kali pada Juni  2005 di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, sesuai ketentuan UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Pada tahun 2007 pemilihan kepala daerah dimasukkan dalam disain rezim Pemilu berdasarkan UU No. 22 tahun 2207 tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum, sehingga disebut Pemilukada. Dan pada Desember  2015 Pilkada kembali dilaksanakan secara serentak di 8 provinsi, 170 kabupaten dan 26 kota. Selanjutnya  pada Desember  2020 ini  akan dilaksanakan Pilkada serentak  di 270 daerah, 9 provinsi, 224 kabupaten dan 37 kota.

Baca juga: PEMBATALAN KEPUTUSAN PENGGANTIAN PEJABAT

Sepanjang sejarah pelaksanaan Pilkada sudah banyak Petahana yang dikenakan sanksi diskualifikasi, yakni dibatalkan pencalonannya karena melanggar ketentuan UU yang berlaku. Antara lain lima pasang calon kepala daerah yang dibatalkan pencalonannya dalam Pilkada karena terbukti melanggar ketentuan UU No. 10 tahun 2016 tentang Pilkada, Pasal 71 ayat (2) dan diberi sanksi berdasarkan kentuan Pasal 71 ayat (5); yaitu: Cagub Petahana Abdul Gani Kasuba berpasangan dengan Cawagub Al Yasin Ali pada Pilkada Provinsi Maluku Utara tahun 2018, diskulifikasi calon petahana Mohammad Ramdhan alias Danny Pomanto pada Pilwakot Kota Massar tahun 2018, diskualifikasi  Cawali Taufan Pawe selaku petahana berpasangan dengan Cawali Pangeran Rahim pada Pilkada Kota Pare-Pare tahun 2018, kemudian diskualifikasi calon terpilih pasangan Cabup-Cawabup Tony Tesar dan Frans Sanadi yang memperoleh suara terbanyak pada Pilkada Kabupaten Kepulauan Yapen tahun 2017,  karena terbukti secara TSM melakukan serangan politik uang. Inilah kasus pertama pembatalan calon terpilih dalam Pelkada.  Juga diskualifikasi calon petahana pada Pilkada Kabupaten Boalemo, Prov. Gorontalo tahun 2018, yaitu pasangan Cabup-Cawabup Rum Pagau-Lahmuddin Hambali.

Sejauh ini di Provinsi Sulawesi Tengah pada tahapan pelaksanaan Pilkada tahun 2020 sudah ada dua kasus Petahana yang direkomendasikan oleh Bawaslu untuk dipertimbangkan oleh KPU setempat agar supaya dikenakan sanksi diskualifikasi sesuai ketentuan Pasal 71 ayat (5) karena terbukti melanggar ketentuan Pasal 71 ayat (2) UU No. Tahun 2016. Keduanya yaitu Bupati Banggai H. Herwin Yatim dan Plt. Bupati (Wakil Bupati) Morowali Utara Mohammad Asrar Abdul Samad, karena melakukan mutasi jabatan tanpa persetujuan tertulis dari Menteri dimasa terlarang.                

KESIMPULAN

  1. Bahwa ketentuan Pasal 71 ayat (2) dan ayat (5) UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pilkada adalah norma hukum yang berlaku secara imperatif. Oleh karena itu KPU Kabupaten Banggai sebagai lembaga penyelenggara Pemilu  wajib menerapkan  aturan tersebut kepada pelanggarnya;
  2. Bahwa penggantian pejabat dilingkungan pemerintah Kabupaten Banggai yang dilakukan oleh Bupati Banggai H. Herwin Yatim  selaku petahana  tanpa persetujuan tertulis Menteri  dalam kurun waktu terlarang sesuai ketentuan undang-undang yang berlaku adalah fakta yang senyatanya terjadi. Olehnya itu KPU Kabupaten Banggai sebagai lembaga yang  berwenang menjalankan aturan pemilihan kepala daerah wajib menjatuhkan sanksi  kepada Petahana Bupati Banggai H. Herwin Yatim sesuai ketentuan Pasal 71 ayat (5) UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, dengan dan/atau tanpa rekomendasi Bawaslu Kabupaten Banggai;
  3. Bahwa salah satu kewajiban KPU Kabupaten Banggai sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 10 huruf c UU No. 10 Tahun 2016  tentang Pilkada dinyatakan  bahwa KPU kabupaten/kota wajib melaksanakan putusan DKPP. Olehnya itu dalam menangani kasus pelanggaran norma hukum sesuai ketentuan Pasal 71 ayat (2) dan ayat (5) yang dilakukan oleh Bupati Banggai H. Herwin Yatim selaku Petahana, KPU Kabupaten Banggai wajib merujuk dan mempedomani Putusan DKPP No. 125/DKPP-PKE-V/2016, No.126/DKPP-PKE-V/2016, No.132/DKPP-PKE-V/2016, No. 145/DKPP-PKE-V/2016 tertanggal 06 Januari 2017.

PENUTUP

Demikian pokok-pokok pikiran ini disampaikan  kepada KPU Kabupaten Banggai dalam rangka penerimaan  masukan dari masyarakat guna menjadi bahan telaahan pada rapat penetapan calon peserta pemilihan kepala daerah (Pilkada) Kabupaten Banggai tahun 2020. Atas perhatian dan tindak lanjutnya diucapkan terima kasih. *

Penulis adalah: (Advokat / Ketua DPC PPKHI Kab. Banggai)

Baca:  Membangun Spirit Banggai, Sebuah Strategi Pengembangan
error: Content is protected !!