Nasional

PWI Pusat: Masih ada Kekerasan Fisik Buat Wartawan

205
×

PWI Pusat: Masih ada Kekerasan Fisik Buat Wartawan

Sebarkan artikel ini

JAKARTA, Luwuktimes.id— Di penghujung tahun 2020, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat melansir enam catatan akhir tahun. Catatan tertanggal 28 Desember 2020 yang ditanda-tangani Ketua Umum Atal S Depari Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal Mirza Zulhadi itu salah satunya memuat masih adanya kekerasan fisik kepada wartawan.

Pertama, PWI mengucapkan terima kasih kepada para pihak yang tetap menjaga kemerdekaan pers dengan berpedoman kepada UU No 40 tahun 1999 tentang Pers dan peraturan perundang-udangan tentang pers lainnya, dalam menyelesaikan persoalan terkait kasus-kasus pers.

PWI juga mengucapkan terima kasih kepada perusahaan pers yang tetap mempekerjakan wartawan meski dalam kondisi sulit. Kepada para wartawan, PWI berharap agar terus meningkatkan profesionalisme dan patuh menjalankan UU, Kode Etik Jurnalistik, dan Kode Perilaku Wartawan.

Kedua, PWI mengucapkan terima kasih kepada wartawan, perusahaan pers, dan semua komponen bangsa lainnya yang telah mengawal proses demokrasi yaitu Pilkada Serentak 2020 sehingga secara umum bisa berlangsung lancar, demokratis, sehat, dan berbudaya.

Media yang secara terus menerus mengingatkan para pihak untuk patuh terhadap protokol kesehatan, gerakan 3M, telah berdampak positif terhadap penyelenggaraan pilkada sehingga tidak menjadi klaster baru penyebaran Covid-19.

Ketiga, PWI meyesalkan masih terjadinya kekerasan fisik kepada para wartawan. Kekerasan seperti pemukulan, pengeroyokan dan perampasan alat kerja serta penghapusan paksa hasil liputan, dialami wartawan yang sedang melakukan liputan, baik dilakukan aparat penegak hukum maupun peserta demo.

Kekerasan fisik lainnya dilakukan oleh mereka atau orang suruhan yang merasa tidak puas atas pemberitaan. Siapa pun yang melakukan kekerasan harus diajukan ke pengadilan secara terbuka, bukan hanya sekadar minta maaf. Penegakkan hukum bisa menggunakan UU Pers, KUHP, atau UU lain.

Baca:  15 KKKS Dengan Produksi Migas Terbesar Tahun 2022

Keempat, kekerasan baru pada era digital saat ini adalah doxing atau doxxing. Orang atau orang suruhan atau simpatisan dari orang yang merasa terganggu dengan karya jurnalistik, bukan melakukan hak jawab sebagaimana diatur dalam UU No 40 tahun 1999 tentang Pers, tetapi membuka data pribadi dan keluarga wartawan di media sosial.

Doxing atau doxxing, adalah praktik berbasis internet untuk meneliti dan menyiarkan informasi pribadi atau identifikasi pribadi tentang seseorang atau organisasi. Tindakan itu bertujuan untuk membunuh karakter wartawan dengan cara-cara yang tidak benar.

Kelima, PWI menyesalkan terjadinya peretasan situs yang merupakan bentuk kekerasan lain pada era digital. Mereka yang tidak senang atas pemberitaan menggunakan hacker untuk membobol pertahanan website sebuah media atau meretas data pribadi wartawan. PWI berharap aparat hukum mengusut tuntas kasus tersebut agar tidak terulang lagi.

Keenam, PWI menyerukan kepada semua pihak untuk terus berupaya menjaga keberlangsungan kehidupan pers yang merupakan pilar demokrasi. Keberadaan pers sebagai fourth estate, kekuatan keempat, pada era demokrasi ini sangat penting untuk mewujudkan pemerintahan yang akuntabel, bersih, transparan, dan terhindar dari praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN). Menyelamatkan kehidupan pers berarti ikut menyelamatkan kehidupan demokrasi di Indonesia demi masa depan kehidupan bangsa yang lebih baik dan demi kesejahteraan rakyat Indonesia.

Baca:  Perangi Korupsi, Jaksa Agung ST Burhanudin : Saya Akan Jaga Warga Adhiyaksa Dimanapun Berada

TAHUN KEPRIHATINAN

Selain enam point tadi, PWI Pusat juga merilis catatan lainnya. Bagi PWI Pusat, tahun 2020 adalah tahun penuh keprihatinan. Berbagai peristiwa besar di dunia secara umum maupun di Indonesia sangat berpengaruh terhadap kehidupan pers, khususnya wartawan.

Pandemi Covid-19 yang menyebabkan krisis berkepanjangan di semua negara di seluruh dunia, semakin memperparah kondisi perusahaan pers yang sebelumnya telah terdisrupsi dunia digital, khususnya perusahaan plaform digital yang semakin masif melakukan ekspansi.

Sejumlah perusahaan media arus utama, khususnya media cetak, paling terkena dampak pandemi Covid-19 dan disrupsi digital. Berbagai upaya dilakukan media cetak agar bisa tetap bertahan. Tetapi, ada juga yang tak sanggup lagi sehingga melakukan penutupan perusahaan. Kondisi tersebut tentu saja berdampak pada Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) para karyawan, termasuk wartawan.

Meski media menghadapi situasi sangat sulit, namun bisa tetap menjalankan salah satu tugas utama sebagai pilar demokrasi, yaitu mengawal proses demokratisasi, Pilkada serentak 2020, secara sehat dan berbudaya.

Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) – melalui Mappilu PWI—melakukan survei kepada wartawan di 34 provinsi di Indonesia dan sebagian besar mendukung Pilkada serentak 2020, tetap berlangsung 9 Desember meski dengan sejumlah catatan, terutama terkait penegakan protokol kesehatan. Dan pilkada secara umum berjalan baik.

(*/yan)

error: Content is protected !!