DKISP Kabupaten Banggai

Luwuk

Silang Sengketa Petani dan Sawindo, BPN Ukur Ulang HGU

229
×

Silang Sengketa Petani dan Sawindo, BPN Ukur Ulang HGU

Sebarkan artikel ini
Peninjauan plasma masyarakat SPC oleh Ketua Tim Investigasi Pemda Banggai yang diketuai Alfian Djibran (kedua dari kiri), beberapa waktu lalu. (Foto: Istimewa)

LUWUK, Luwuk Times.ID – Dalam sepekan Pemerintah Daerah dibawah koordinasi Asisten II Sekretariat Daerah Kabupaten Banggai Drs. Alfian Djibran terus bergerak mendalami silang sengketa antara petani plasma sawit Ondo-Ondolu kontra PT. Sawindo Cemerlang.

Alfian Djibran, kepada Luwuk Times, Senin (22/3) menginformasikan perkembangan terakhir persoalan yang telah berlangsung hampir tahun tersebut.

“Kami masih menunggu investigasi pengukuran ulang Hak Guna Usaha (HGU) dari BPN ,” tulisnya via pesan WA.

Ditambahkan Ketua PHBI Banggai ini, Dinas Tanaman Pangan, Holtikultura, dan Perkebunan sudah diinstrusikan dan menyurat resmi KE BPN,” lanjut Alfian.

Sebelumnya telah dilaksananakan konferensi pers para perwakilan petani Sawit asal Desa Ondo-Ondolu di sekretariat PWI Banggai-Bangkep-Balut.

Pada momentum itu terungkap, janji kesejahteraan hidup dari pola kemitraan pengelolaan kelapa sawit jauh dari harapan mereka.

Baca:  PWI Banggai Ajak Masyarakat Patuhi Prokes

Luwuk Times mencatat sebanyak 9 rentetan permasalahan.

1. Tanpa persetujuan petani, Sawindo terkesan menyerobot lahan petani untuk penanaman perdana sawit.

Baca juga: Petani Vs Sawindo, Tim Investigasi Pemda Masih Bekerja

2. Janji CSR seperti pendidikan gratis bagi anak-anak petani tidak ditunaikan

3. Pada masa panen tahun 2014 hingga tahun 2017, petani tidak mendapatkan bagi hasil.

4. Koperasi Sawit Maleo sebagai wadah kemitraan antara petani dengan Sawindo dikategorikan sakit sejak Tahun 2013 hingga saat ini. Tidak pernah melaksanakan Rapat Anggota Tahunan. Selain itu, kantor KSM tidak diketahui petani.

5. Penandatangan Surat Perjanjian Kerjasama (SPK)/SPHU dilakukan dalam kondisi memaksa. Dimana, petani yang memanen sendiri buah sawit, dipenjarakan dan kemudian disodorkan SKP/SPHU agar bisa dibebaskan.

6. Petani dibebankan hutang usaha yang berfluktuatif dari Rp 34 juta kini menjadi Rp 63 juta.

7. Bagi hasil di tahun 2018, 2019, dan 2020 hanya 9 kali.

8. Nominal bagi hasil berkisar Rp 200.000 hingga Rp 500.000 tanpa perincian yang jelas dari Sawindo seperti jumlah buah tandan segar yang dipanen dan besaran persentase bagi hasil antara petani dengan Sawindo.

9. Dalam enam tahun sejak masa panen Tahun 2014 hingga 2020, petani baru mengetahui bahwa hutang mereka yang terbayarkan senilai Rp 5 juta. *

(cen)

error: Content is protected !!