Iklan

Opini

Tahta, Harta dan Wanita dalam Arsip Memori

922
×

Tahta, Harta dan Wanita dalam Arsip Memori

Sebarkan artikel ini

Oleh: Dr. Syarif Makmur, M.Si

Filosofi Arsip: Harimau mati meninggalkan Belang. Gajah mati meninggalkan gading. Manusia mati meninggalkan nama

Advertisement
Scroll to continue with content

Tahta

KISAH Nabi Musa alaihissalam adalah kisah yang paling banyak mendapatkan porsi di dalam Alqur’an.

Kisah yang sarat dengan pelajaran dan banyak mengandung ibroh ini amat penting kita pahami untuk melihat bagaimana kebenaran itu pada akhirnya menggilas kejahatan.

Kisah Nabi Musa terdapat di 10 tempat dan disebutkan sebanyak 136 kali dalam Alqur’an.

Saat Perang Hunain, sebagian orang Anshar merasa tidak adil dengan kebijakan Rasulullah shallalahu alaihi wa sallam dalam membagikan harta rampasan perang.

Rasulullah shallalahu alaihi wa sallam menunjukkan kemarahan ketika ada yang menuduh beliau tidak berlaku adil dalam pembagian tersebut. 

Jika Allah dan Rasul-Nya dianggap tidak adil, lantas siapa lagi yang mampu berlaku adil?

Namun, di akhir kalimatnya Rasulullah berkata, “Semoga Allah merahmati Musa. Beliau disakiti oleh kaumnya melebihi dari ini dan mampu bersabar.”

Ini adalah pelajaran besar bahwa Nabi shallalahu alaihi wa sallam kita pun mengambil ibrah dari sejarah.

Fir’aun menjadi simbol kezaliman sepanjang masa. Di dalam dirinya terkumpul kesesatan dalam akidah, kezaliman yang paling tinggi, dan keengganan menerima kebenaran.

Nama Firaun yang banyak sekali disebut di dalam Alquran adalah salah satu dari tokoh-tokoh sejarah yang menolak kebenaran dari Allah yang kemudian dibinasakan dalam kesesatannya.

Alquran menjadikan akhir kehidupan buruk orang-orang semacam ini agar umat manusia khususnya para penguasa mengambil pelajaran dan berfikir.

Dalam surat Al-Fatihah, kita meminta ditunjukkan pada jalan mereka yang Allah ridhai, dan dijauhkan dari jalan mereka yang sesat.

Baca:  Solusi Islam Mengenai Perburuhan

Di dalam sejarah, terdapat jalan hidup umat terdahulu yang telah nyata kesesatannya, dan kisah umat terdahulu yang telah diridhai Allah.

Dalam sejarah diceritakan, Raja Firaun menzalimi penduduk Mesir terutama Bani Israel, pengikut Nabi Musa AS.

Firaun tidak segan membunuh anak lelaki yang baru lahir, hanya karena adanya ramalan bahwa dia akan terbunuh di tangan seorang lelaki.

Karena itu, Allah pun menghukumnya dengan hukuman terburuk pada masa akhir hidupnya.

Allah berfirman: “Maka Kami siksa dia (Fir‘aun) dan bala tentaranya, lalu Kami lemparkan mereka ke dalam laut. Maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang yang zalim. Dan Kami jadikan mereka para pemimpin yang mengajak (manusia) ke neraka dan pada hari Kiamat mereka tidak akan ditolong. Dan Kami susulkan laknat kepada mereka di dunia ini; sedangkan pada hari Kiamat mereka termasuk orang-orang yang dijauhkan (dari rahmat Allah).” (QS Al Qashash ayat 40 42).

Firaun terkenal sebagai pemimpin yang zalim, suka berbuat keji parda rakyat kecil.

Firaun juga penguasa yang kejam. Musabab tafsir mimpinya dari para ahli nujum, dia perintahkan algojonya membunuh setiap bayi laki-laki yang lahir.

Sebab dalam mimpinya, Firaun melihat kobaran api yang datang menghampiri dari arah Baitul Maqdis.

Api tersebut membakar kota Mesir dan melahap seluruh bagiannya.

Para ahli tafsir mimpi meramalkan akan lahir seorang bayi laki-laki dari kalangan Bani Israil dan akan menghancurkan kota Mesir, juga Firaun.

Sejak itulah Firaun seperti dikisahkan dalam Alquran surah Al-Baqarah ayat 49 memerintahkan algojonya untuk menyembelih setiap bayi laki-laki yang lahir.

Baca:  Kualitas Birokrasi dan Kualitas Demokrasi tidak Berbanding Lurus

Untuk bayi perempuan dibiarkan hidup. Melihat dunia hari ini, kita membutuhkan Musa-Musa baru yang berani menyuarakan keadilan di hadapan pemimpin yang zalim, berani memperjuangkan mereka yang tertindas.

Fir’aun adalah sosok penguasa yang kejam dan zalim, namun Allah Ta’ala berwasiat kepada Nabi Musa agar nasihat kebenaran itu disampaikan dengan lemah lembut.

“Pergilah kamu berdua kepada Fir’aun, Sesungguhnya Dia telah melampaui batas; Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, Mudah-mudahan ia ingat atau takut.” (QS. Thaha: 43-44).

Nabi Musa tidak pernah mengetahui skenario yang telah Allah tetapkan untuknya ketika membawa Bani Israel keluar dari Mesir, beliau tidak mengetahui bagaimana kisah mereka sesudah keluar dari kungkungan Fir’aun.

Seringkali Nabi Musa disakiti kaumnya walaupun mereka menyaksikan banyak sekali kemukjizatan sebagai bukti nyata bahwa beliau adalah utusan Allah.

Bahkan oleh Bani Israel, Nabi Musa dianggap sebagai biang kesialaan yang mereka rasakan.

Di sini ada pelajaran besar bahwa seringkali pertolongan dari Allah itu bentuknya tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan, sebagaimana Nabi Musa tidak mengetahui bahwa lautan merah akan terbelah sesudah dipukul dengan tongkatnya.

Yang beliau lakukan hanya patuh dan taat mengikuti petunjuk Allah untuk membawa Bani Israel keluar dari Mesir.

Pelajaran lainnya adalah bahwa seringkali manusia terbaik itu prestasinya bukan di mata kaumnya, orang tersebut terus menerus bersabar dalam upaya memperbaiki umatnya walupun upaya itu sedikit pun tidak disambut baik oleh mereka.

error: Content is protected !!