Luwuktimes.id — Enam caleg di Kabupaten Banggai peraih suara signifikan di Pemilu 2024 tidak terpilih sebagai wakil rakyat.
Perolehan suara mereka rata-rata di atas 2000-an. Sementara beberapa caleg yang berpotensi terpilih, justru raihan suara di bawah dari mereka.
Hal ini tentu saja efek dari metode sainte lague. Metode ini sebelumnya telah diterapkan pada Pemilu 2019 lalu.
Pemilu 2024, caleg Partai Golkar Rosmawati Masi di dapil I Banggai mengantongi 2.319 suara.
Meski begitu Rosmawati tak menjadi caleg terpilih. Padahal ada caleg potensial terpilih jauh berada di bawah perolehan suara Roswati.
Begitu pula dengan caleg Partai Golkar Agus Damalante. Dia mengantongi 2.383 suara di dapil kota. Ia pun gagal melenggang ke parlemen lalong.
Caleg incumbent asal Partai NasDem yang berkompetisi di dapil II Banggai, Yeny Lyanto juga bernasib serupa.
Mengoleksi 2.052 suara, tapi Ci Ayet-sapaan Yeny Lyanto tak sukses masuk DPRD Banggai untuk periode ke tiganya.
Muchtar Dari caleg dapil III Banggai pun meraih suara signifikan, yakni 2.145 suara. Caleg incumbent asal Partai Gerindra ini juga gagal menjadi caleg terpilih.
Ada dua caleg asal Dapil IV juga belum beruntung. Keduanya sama-sama punya modal lebih dari 2000 suara.
Tapi oleh sainte lague keduanya tak lolos. Mereka adalah Yoyok Handoyo Partai Golkar 2.103 suara dan caleg Partai Gerindra Moh Riswan Ahmad dengan 2.269 suara.
Metode Sainte Lague
Dikutip dari tirto.id, Sainte Lague adalah metode konversi perolehan suara partai politik ke kursi parlemen.
Termasuk juga metode untuk menentukan perolehan kursi partai politik di DPR atau DPRD.
Penerapan metode ini didasarkan pada perolehan suara terbanyak partai politik dari hasil pembagian yang diurutkan sesuai dengan jumlah ketersediaan kursi di setiap dapil.
Sainte Lague menggunakan bilangan pembagi suara berangka ganjil, dimulai dari 1, 3, 5, 7, 9 dan seterusnya untuk mendapatkan kursi.
Adapun dasar hukum penerapan metode ini adalah UU nomor 7 tahun 2017 pasal 415 ayat 2.
Adapun cara perhitungan metode sainte lague, semisal dalam satu daerah pemilihan (dapil) terdapat 9 kursi.
Partai A mendapat 36.000 suara. Partai B 18.000 suara. Partai C 12.000 suara. Partai D 9.000 suara. Dan Partai E 6.000 suara.
Untuk menghitung kursi pertama, maka masing-masing partai dibagi dengan angka ganjil 1.
Berikut uraiannya, Partai A 36.000/1 = 36.000. Partai B 18.000/1 = 18.000. Partai C 15.000/1 = 15.000. Partai 9.000/1 = 9.000. Dan Partai E 6.000/1 = 6.000.
Dengan demikian, partai yang memperoleh kursi pertama di dapil tersebut adalah Partai A dengan jumlah 36.000 suara.
Untuk menghitung kursi kedua, dikarenakan Partai A telah mendapat kursi pada pembagian kursi pertama, maka pada pembagian kursi kedua Partai A dibagi dengan angka ganjil 3.
Sementara itu, Partai B, C, D dan E tetap dibagi angka 1, karena belum mendapatkan kursi.
Partai A 36.000/3 = 12.000. Partai B 18.000/1 = 18.000. Partai C 15.000/1 = 15.000. Partai D 9.000/1 = 9.000. Dan Partai E 6.000/1 = 6.000.
Berdasarkan hasil penghitungan, maka yang berhak atas kursi kedua adalah Partai B dengan perolehan 18.000 suara. Suara terbanyak dibandingkan partai lainnya.
Selanjutnya menghitung kursi ketiga pada penentuan kursi ketiga.
Penghitungan kursi Partai A dan Partai B dilakukan melalui pembagian angka ganjil 3.
Sementara itu, Partai C, D dan E masih tetap dibagi dengan angka 1, karena belum mendapatkan kursi saat pembagian kursi pertama dan kedua.
Partai A 36.000/3 = 12.000. Partai B 18.000/3 = 6.000. Partai C 15.000/1 = 15.000. Partai D 9.000/1 = 9.000. Partai E 6.000/1 = 6.000.
Menurut penghitungan tersebut, maka Partai C memperoleh kursi ketiga dengan jumlah suara terbanyak yaitu 15.000.
Begitu pula menghitung kursi keempat. Caranya, Partai A, Partai B dan Partai C masing-masing dibagi dengan angka 3. Sementara Partai D dan E tetap dibagi angka 1.
Discussion about this post