Oleh: Muh. Adamsyah Usman
Saya akan mengawali tulisan ini dengan melihat kondisi terakhir Pilpres Amerika Serikat, yang konon katanya merupakan negara “championnya demokrasi” namun pasca pilpres hingga menjelang pelantikan Presiden terpilih Biden, masih ada saja para pendukung Presiden Petahana Donald Trump yang belum menerima kekalahan pilpres. Walhasil terjadi aksi protes menolak hasil pilpres Amerika. Itu di negara Amerika.” Namun bagaimana dengan kondisi di Indonesia Pasca pelaksanaan pemilihan kepala daerah serentak di 270 Daerah, 9 Pilgub, 224 Pilbup, dan 37 Pilwalkot Pasca pungut hitung 9 Desember dan setelah KPUD melaksanakan rapat pleno penetapan rekapitulasi hasil suara Masing-masing Paslon.
Sebagimana jadwal dan tahapan setelah penetapan hasil rekapitulasi scara berjenjang oleh KPUD sdh memasuki tahapan penyelesaian sengketa hasil di Mahkamah Konstitusi, Pasal 156 dan Pasal 157 ( UU Pilkada 10/2016) memberikan Atribusi kepada lembaga MK untuk penanganan penyelesaian proses perselisihan hasil pemilihan (PHP) baik UU pilkada dan UU MK menentukan bhwa objek sengketa hasil adalah penetapan hasil pemilihan oleh KPUD (Surat Keputusan).
Selain itu, banyak harapan bagi MK khususnya bagi para pencari keadilan (peserta pemilihan/pemilu) yang keberatan terhadap penetapan hasil suara KPUD. Namun tidak hanya soal selisih hasil suara saja yang dipermasalahkan pun mengenai berbagai dugaan pelanggaran yang saat tahapan proses pemilihan tidak diselesaikan oleh penyelenggara pemilu dengan tugas dan kewenangannya masing-masing, pun menjadi bagian permohonan oleh pemohon yang ikut didalilkan di MK.
Nah, atas dasar itulah para paslon yang merasa dirugikan melakukan keberatan dengan mengajukan permohonan di MK. Namun demikian jumlah angka hasil suara yang sudah ditetapkan oleh KPUD bukanlah sekedar angka biasa, angka hasil pemilu, merupakan hasil representasi suara rakyat (One man One Vote) satu orang satu suara begitu sangat bernilai sehingga angka-angka (suara) yang dikonversi dalam bentuk jabatan kepala daerah (Gubernur, Bupati, Walikota) didapatkan dengan cara-cara yang benar sebelum pelaksanaan pemungutan suara dan dapat mewakili aspirasi sehingga suara itu sangat berdaulat.
Maka satu suara pun harus dijaga kemurniannya, disinilah peran MK dalam menjalankan kewenanganya untuk memutus sengketa hasil (Perselisihan hasil). Bagaimana menjaga marwah kedaulatan kemurnian suara rakyat, secara substantif pun MK dalam memutus PHP harus memastikan betul bahwa suara itu didapatkan oleh paslon dengan cara-cara yang benar sesuai pilihan rakyat maupun sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Discussion about this post