“Saya tidak lama lagi akan pensiun. Semoga program ini bermanfaat dan terus dikembangkan,” imbuhnya.
Manakala sektor budidaya ikan air tawar ini menjanjikan, budidaya ikan air asin perlu pengembangan.
“Dua dua berkembang, justru lebih baik. Yang pasti tahun depan kita coba dulu ikan air tawarnya,” katanya.
Lantas apakah program ini bisa menaikkan sumber pendapatan daerah kedepan?
Menurutnya, sesuai Perda Nomor 3 Tahun 2020, potensi pendapatan daerah selama ini hanya bergantung pada jasa.
Jasa yang tersedia pun tidak maksimal. Seperti potensi retribusi Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Itu karena pelayanan infrastukturnya terbatas.
“Kalau retribusi hanya bergantung pada pungutan toilet dan sebagainya. Itu tidak mungkin mengenjot PAD, karena bergantung pada pungutan Rp.1000-2000 perorang,” paparnya.
Termasuk sewa priser, sewa selang, kapal cepat, jonson, spedbood yang hampir sebagianya sudah tidak berfungsi.
Begitu pula retribusi kios mini, los, sewa basket dan keranjang. Tidak akan mungkin bisa memenuhi target PAD Rp. 1,4 miliar.
“Makanya saya memutuskan sebaiknya beralih dulu pada program lain,” tekanya.
Salah satunya budidaya ikan air tawar. Selain dapat kita konsumsi, benih ikan tersebut bisa dijual.
Teknisnya akan melibatkan balai benih. Agar kita mengetahui bagaimana desainya, suplai air, hingga pembuangannya.
Termasuk tata letak bibit. Untuk bibit ini pun bisa gratis bagi warga yang ingin berbudidaya ikan.
“Kedepan kalau bisa harus ada yang namanya pusat penjualan benih ikan air tawar. Rencananya akan kita buat sekitar daerah sungai Simpong,” tuturnya.*
Discussion about this post