LUWUK TIMES, Lobu — LSM Lapelhi Kabupaten Banggai meminta kepada PT Prima Bangun Persada Nusantara (PBPN) transparan soal Analisis Mengenai Dampak Lingkungan atau Amdal.
Bahkan LSM yang masih eksis ini mendesak perusahaan nikel yang beroperasi di Kecamatan Lobu Kabupaten Banggai ini memberi copian Amdal kepada masyarakat atau LSM yang paham membaca Amdal.
“Soal Amdal PT PBPN harus transparan kepada masyarakat,” kata Direktur eksekutif LSM Lapelhi Kabupaten Banggai, H Faisal S. Bajarad, Senin (03/07/2023).
Faisal mengatakan, LSM nya akan mengawasi secara ketat perusahaan nikel yang beroperasi di Kecamatan Lobu tersebut.
Seperti kata dia, sistem dugaan mengelabui SKPT, dengan memprioritaskan kalangan tertentu.
Harga kesepakatan bermain pada Rp40-50 ribu/meter. Jika memiliki 1 SKPT di 2 ha atau 20 ribu meter. Maka dikalikan dengan 3.000, masyarakat terima hanya Rp60 juta per 1 SKPT.
“Ini gambaran yang terjadi di Kecamatan Bunta,” kata Faisal.
Nah, harga yang dimainkan sambung dia, 20 ribu meter dikali 40 ribu meter sama dengan Rp800 juta.
“Bayangkan besarnya perbedaannya. Terus dana itu ada dimana,” tanya Faisal.
Ada dua kemungkinan, Jika bukan permainan perusahaan atau ada kongkalingkong alias mafia tanah nikel.
Kalaupun ada modus mafia tanah nikel, bisa ditelusuri mulai dari mekanisme pembuatan SKPT tanah di desa, bagian ukur perusahaan, camat sebagai yang mengetahui, tim 9 kabupaten yang mendisposisi.
“Begitulah alurnya. Yang umum pembuatan SKPT dibantu perusahaan, karena ada biaya administrasi dari desa, camat dan lain lain,” ucapnya.
Proposal Amdal sambung Faisal, perusahaan selalu sembunyikan. Ketika rapat pengesahan Amdal perusahaan, pihak LSM tidak diundang. Sehingga tidak mendapat copianya.
“Rata yang diundang terbanyak para Kadis saja, masyarakat tidak terwakili yang diundang. Biasanya hanya atas nama Ketua Adat. Sebetulnya tidak mengerti apa itu Amdal. Mereka datang, duduk, dengar, diam dan terima amplop. Buku Amdalnya dibeken pembungkus nasi kuning,” kata Faisal.
Ia juga menegaskan, ada 7 desa yang hidup dibantaran bibir sungai desa Lobu. Yakni desa Bahingin, Balean, Uha Uhangon, Kadodi, Niubulan, Bolobungkang dan desa Lobupante.
Daerah aliran sungai (DAS) Lobu cukup berbahaya dan menakutkan. Bayangkan jika banjir bandang datang, sangat mengancam pemukiman warga. Belum lagi hancurnya kebun-kebun dan ternak sapi kambing.
“Apa itu akan diganti oleh perusahaan,” tanya Faisal.
DAS Lobu menjadi sumber kehidupan penduduk di 7 desa tersebut. Jika DAS Lobu tercemar oleh tanah nikel, sudah pasti membahayakan kesehatan warga yang ada di sekitarnya.
“Semua yang disebutkan itu termuat dalam Amdal perusahaan PBPN yang beroperasi di Lobu. Amdal itulah yang memberikan solusinya, sehingga harus transparan kepada masarakat,” tutup Faisal. *
Baca Juga: Sengketa Tapal Batas di Banggai Dimediasi Polisi
Kunjungi kami di Google News
Discussion about this post