Banggai, Luwuk Times— Ada enam kepala desa (Kades) yang diberhentikan sementara di Kabupaten Banggai. Konsekwensi mereka terima lantaran terindikasi kuat terlibat dalam politik praktis, saat pemungutan suara ulang (PSU), 5 April 2025.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Banggai, Hasan Bashwan M. Dg. Masikki menjelaskan, sanksi pemberhentian sementara tersebut tertuang dalam enam Surat Keputusan (SK) Bupati Banggai tertanda-tangani 9 Mei 2025.
Para Kades yang gigit jari itu adalah Fenny Sangkaning Rahayu Kepala Desa Simpang Dua, Indri Yani Madalombang Kepala Desa Gonohop dan Ruhyana Kepala Desa Mansahang.
Selanjutnya Musatafa Kepala Desa Tirta Sari, H. Manippi Kepala Desa Jaya Kencana dan Sudarsono Kepala Desa Sentral Sari.
Langkah tegas ini punya dasar. Pemerintah daerah berpedoman pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Pasal 29 Huruf B.
Yang isinya Kepala Desa dilarang membuat keputusan yang menguntungkan diri sendiri, anggota keluarga, pihak lain, dan atau golongan tertentu.
Langkah ini kami ambil sambung Hasan Bashwan, sebagai bentuk tindaklanjut atas temuan keterlibatan Kades dalam aktivitas politik praktis. Dan itu bertentangan dengan aturan perundang-undangan.
“Dari hasil evaluasi dan klarifikasi, kami temukan indikasi kuat bahwa enam kepala desa ini telah melanggar ketentuan mengenai netralitas dalam pelaksanaan PSU,” katanya.
“Maka dari itu, untuk menjaga marwah dan etika penyelenggaraan pemerintahan desa, kami putuskan pemberhentian sementara,” tambahnya.
Cukup Bukti
Lebih lanjut ia menjelaskan, keputusan pemberhentian sementara tersebut berdasarkan laporan yang masuk dari masyarakat.
Dan hasil pengawasan dari Bawaslu, yang kemudian ditindaklanjuti melalui proses klarifikasi dan verifikasi oleh DPMD.
Setelah kajian secara menyeluruh, cukup bukti untuk mengambil langkah pemberhentian sementara. Dan tujuannya untuk menjaga stabilitas dan integritas penyelenggaraan pemerintahan desa.
Kadis PMD menegaskan, ketika Kepala Desa justru ikut bermain dalam ranah politik praktis, maka itu berpotensi menimbulkan konflik sosial dan ketimpangan pelayanan.
“Kepala desa memiliki tanggung jawab untuk menjaga netralitas dalam setiap momentum politik. Dan tidak sepatutnya menjadi bagian dari dinamika kontestasi”, ujar Kadis Hasan.
Ia menambahkan, keputusan ini tidak secara tergesa. Melainkan telah melalui prosedur yang mempertimbangkan aspek hukum, etika birokrasi, dan stabilitas sosial.
Kadis PMD berharap kasus ini dapat menjadi pembelajaran bagi seluruh kepala desa dan perangkatnya agar tetap menjunjung tinggi profesionalitas dan etika birokrasi.
Ia juga mengimbau agar para kepala desa tidak terpancing untuk terlibat dalam dinamika politik praktis yang dapat merusak tatanan pemerintahan desa.
Keputusan ini sekaligus menjadi pesan kuat bahwa pemerintah daerah tidak mentolerir pelanggaran terhadap aturan netralitas. Terlebih dalam momen politik yang krusial seperti PSU.
Pemberhentian sementara ini juga menjadi pengingat bahwa jabatan kepala desa bukanlah alat untuk kepentingan politik. Akan tetapi amanah yang harus berjalan dengan integritas dan tanggung jawab. *
DKISP Banggai
Discussion about this post