BATUI, Luwuk Times – Perusahaan pengelolaan amonia PT Panca Amara Utamu (PAU), terus saja mendapatkan sorotan publik. Kali ini kritikan tersebut berasal dari kalangan akademisi.
Sorotan tajam itu ada lantaran polemik yang kian menghangat saat ini.
Ada beberapa persoalan yang mengemuka.
Seperti perekrutan tenaga kerja yang tidak transparan juga pemberian dana sosial atau program-program dari perusahaan yang tak lebih hanya sebatas bentuk ucapan terimakasih perusahaan.
Ahmed Hakim, merupakan pemuda Batui, yang saat ini melaksanakan masa studi jurusan Hubungan International pada Universitas Paramadina Jakarta, memberikan kritik tajam terhadap aktivitas.
Menurutnya, kegagalan program pengembangan masyarakat yang sering ia temukan, baik oleh instansi pemerintah maupun swasta, antara lain ketidaktepatan metodologi perencanaan program serta metode implementasinya.
Termasuk tidak transparan nya perusahaan dan pemerintah dalam melibatkan partisipasi masayrakat.
Akibatnya, hampir seluruh program CSR maupun rekrutment tenaga kerja oleh PT PAU hanya sebatas kongkalikong kelompok-kelompok tertentu.
Ia menambahkan, CSR PT PAU hanya berorientasi pada kepentingan ekskutif perusahaan.
Ekskutif perusahaan lebih bekerja untuk mewakili kepentingan shareholders. Bukan mewakili kepentingan masyarakat lokal, ataupun stakeholder lainnya.
Semisal lanjut Ahmed, kelompok marginal (miskin, perempuan, dan anak), organisasi sosial masyarakat yang ada pada tapak project sekaligus masyarakat terdampak.
PT PAU
Sekedar informasi, PT PAU adalah anak perusahaan PT Surya Esa Perkasa, yang merupakan entitas bisnis disektor project GorundBreaking pabrik Amonia.
Perusahaan ini beroperasi di Batui, Kabupaten Banggai.
Project ini diresmikan sejak 2015 lalu. Secara umum project ini mengerjakan produksi amonia, senyawa lainnya.
Project ini juga memiliki kapasitas produksi amonia sebesar 700 ribu ton per tahunnya.
Dari pasokan gas yang berasal dari blok Senoro sebanyak 55 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) project ini beroperasi hingga saat ini.
Dalam laporan tahunannya, sepanjang 2023, mereka mencapai pencapaian signifikan dalam manufacturing excellence.
Keberlanjutan lingkungan, dan adaptasi terhadap dinamika industri.
Sebagai bagian dari inisiatif Perseroan untuk meningkatkan kondisi ekonomi lokal, perusahaan ini mengklaim telah menerapkan Program Pertanian dan Peternakan tiga wilayah kecamatan Batui, Kintom, dan Nambo di Kabupaten Banggai.
Melalui program kandangisasi (pembangunan kandang ternak komunal), tergambar jelas juga dalam dalam hal kinerja keuangan, perusahaan ini tercatat mengantongi pendapatan sebesar US$345,0 juta dan keuntungan sebesar US$46,7 juta pada Tahun 2023.
Dengan begitu, sejak tahun 2015 perusahaan ini telah meraup keuntungan yang begitu besar dari proses eksploitasi dan akumulasi modal di Batui.
Dalam implementasinya perusahaan ini mengklaim per-2023 menghabiskan anggaran yang mencakup biaya yang berkaitan pengelolaan limbah.
Dan upaya konservasi lingkungan yaitu sebesar Rp920.000.000. Mereka juga mengklaim telah berkontribusi terhadap pelepasan 325 ekor Burung Maleo dalam program Konservasi Burung Maleo.
Sementara itu, Sr. External Relation Officer PT PAU, Novari Mursita, menjelaskan, pihaknya telah menjalankan program kerja sama dengan tiga dinas sebelumnya.
Dan kini memperluas cakupan kerja sama dengan empat dinas lainnya pada tahun 2025.
Atas hal tersebut, Ahmed Hakim menegaskan, polemik yang menjadi titik perjuangan masyarakat Batui untuk bisa berdaulat atas sumber daya alamnya, maka dalam beberapa waktu kedepan ia bersama solidaritas masyarakat sipil lainnya akan melakukan aksi protes bertempat kantor utama PT PAU ataupun PT ESSA.
Tujuan aksi untuk mendesak perusahaan agar memperbaiki system kerjanya.
“Kalau memang tidak bisa memberi manfaat secara maksimal untuk mian Batui, mending perusahaan itu angkat kaki saja dari Tano’Batui,” ucapnya.
“Kami akan desak kantor pusat bahwa praktik mereka sangat buruk dan selalunya mengeksploitasi baik konteks pekerja dan juga sumber daya alamnya,” tutupnya. * MA
Discussion about this post