LUWUK, Luwuk Times.ID – Dampak lingkungan yang ditimbulkan dari eksplorasi pertambangan nikel adalah terjadinya kerusakan habitat lingkungan, terutama cadangan air bersih serta erosi yang ditimbulkan disaat musim penghujan.
“Air akan berwarna merah keruh kecoklatan. Dan apabila melintas mengalir di areal perkebunan masyarakat, dapat dipastikan nasib masyarakat petani akan mengalami kerugian,” nilai aktivis Kota Luwuk, Suhartono Sahido, kepada Luwuk Times, Rabu (28/04/2021).
Suhartono berujar, bila air erosi bandang mengalir hingga ke laut, maka mulai dari petani dan nelayan akan terdampak oleh limbah bercampur lumpur nikel.
Menurut eksponen AT-FM pada pilkada Banggai 2020 ini, kontradiksi pengelolaan sumber daya alam (SDA) tersebut. Bahkan dia mengilustrasikan makan buah simalakama.
Pasalnya, disatu sisi izin prinsip sudah dikeluarkan Pemda Banggai dengan dalih investasi untuk kemaslahatan hidup rakyat, tetapi disisi lain sangat nyata merugikan dan membahayakan masyarakat sekitar yang terdampak lingkungannya.
Benar kata Ono-sapaannya, ada konpensasi resiko sebap-akibat. Semisal setiap pengapalan ada konpensasi ganti-rugi kepada masyarakat desa penyangga, sesuai hasil kesepakatan.
Namun semua itu tidak lantas membutakan pelestarian lingkungan yang semestinya harus konsisten dijaga ekosistimnya dari kerusakan, meskipun itu bersembunyi dibalik dalih investasi.
Salah satu fakta ironis akibat dari eksplorasi tambang nikel di Kabupaten Banggai kata mantan komisioner Bawaslu Banggai ini coba tengok di sekitaran lembah Tompotika Kecamatan Bualemo. Mulai dari desa Siuna ada lebih dari satu izin pengelolaan tambang nikel resmi beroperasi yang menggusur gundukan bukit di area terjal pegunungan desa yang berada di wilayah Kecamatan Bualemo itu.
Kendaraan berukuran besar, yakni truk, melintas masuk silih berganti dipandu petugas operator jeti.
Intinya sumber daya alam dikuras habis oleh pengusaha asal Cina. Masyarakat desa Siuna seperti tak berdaya menghadapi gempuran investasi para kapitalis di desa mereka itu. Namun kondisi social culture economy masyarakatnya tetap miskin dan hidup pas pasan.
Lebih miris hati lagi sambung dia, adalah kondisi jalan yang melintasi jalur mulai dari desa Siuna hingga Tikupun dan Mayayap Kecamatan Bualemo yang rusak parah, salah satunya di kebun kentang. Padahal hasil sumber daya alam desa mereka diangkut bebas tidak tahu nyangkut di smelter mana.
Sebelum menutup komentar, Ono memprediksi bahwa akhir dari cerita bisnis nikel ini adalah menyisakan kemiskinan yang berkepanjangan. *
Baca juga: Izin Kelayakan Lingkungan Dua Perusahaan Nikel sudah Terbit? Ini Reaksi Bosanyo
(yan)
Discussion about this post