Ada yang berterimah kasih karena telah diberikan minuman. Ada yang menitipkan uang. Ada yang merasa dibelikan sesuatu dan lain-lain. Abdullah bingung dan ia membantah karena ia tidak jadi menunaikan ibadah haji.
Pada malam harinya ketika tidur beliau bermimpi dan mendengarkan suara gaib yang mengatakan “wahai Abdullah, sesungguhnya Allah telah menerima sedekahmu dan telah mengutus seorang malaikat menyerupai dirimu untuk melaksanakan ibadah haji sebagai ganti dirimu.
Berdasarkan hikayat ini dapat kita tarik kesimpulan bahwa bersedekah dan upaya memerangi kemiskinan dapat menjadi ibadah yang senilai dengan haji mabrur.
Oleh karena itu guna menjaga agar keseimbangan hidup tidak tererosi oleh egoisme mementikan diri sendiri, tidak ada jalan lain kecuali persaudaraan harus kita tegakkan.
Pilar-pilar keberagaman yang benar harus kita kokohkan sebagai tonggak utama dalam menata kehidupan bermasyarakat. Benih-benih perpecahan, atas nama apapun dan sekecil manapun, harus kita musnahkan.
Sebab dengan tegas Rasulullah SAW mengatakan:
Bukanlah umatku mereka yang membesar-besarkan kesukuan, dan bukan pula umatku mereka yang tewas membela kesukuan. (HR. Muslim)
Kepada para tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat, dan media masa diharapkan dapat memerankan diri sebagai perekat dan pemersatu bangsa.
Persatuan dan kesatuan, kebersamaan dan kerukunan merupakan dambaan setiap orang. Ibadah haji wukuf di Arafah, merupakan cermin dari bentuk kebersamaan dan persaudaraan.
Ibadah haji juga mengajarkan kesamaan, kesetaraan, dan persaudaraan umat manusia, maka promosikan ukhuwah di kalangan manusia khususnya sesama kaum muslimin dengan kecintaan yang mendalam bukan dengan kebencian.
Ingat “cinta adalah satu-satunya kekuatan yang mampu merubah seorang musuh menjadi seorang sahabat”.
“Sahabat akan muncul dari pihak yang tidak terduga. Musuhmu saat ini bisa saja menjadi sahabatmu di lain hari. Ketika kebencian meliputi dialah musuhmu. Ketika cinta bernaung, mereka menjadi sahabatmu”.
“Aliran air mampu menembus batu dan gunung sekeras apapun, itu menunjukkan bahwa kelembutan mampu mengalahkan kekerasan”
“Jadilah cahaya, walaupun tak tersentuh, tapi selalu menerangi. Jadilah angin walaupun tak nampak, tapi selalu memberi kesejukan. Jadilah sahabat sejati, walaupun tak bersama menjalani hari, tapi selalu menjaga hati”.
Oleh karena itu, jika kita belum mampu menyembeli hewan kurban tahun ini, maka sembelihlah sifat sombong dalam diri kita, yang selalu merasa benar, selalu merasa pandai dan selalu merasa alim.
Jika kita belum diberi kesempatan melempar jumrah tahun ini, maka lemparlah sifat iri, dengki, amarah, dendam dalam diri kita, agar kita dapat memandang orang lain dengan penuh kasih sayang…
Jika kita belum sempat mengelilingi Kabah tahun ini, maka kunjungilah tetangga, saudara dan sahabatmu, agar terjalin tali silahturahim yang erat antara sesama hamba Allah SWT yang beriman.
Belajarlah dari nabi Ibrahim yang rela mengorbankan anaknya. Dan jadilah seperti Ismail yang ikhlas menerima kehendak Allah. Pengorbanan dan keikhlasan adalah inti dari Idul adha.
Belajarlah dari masa lalu dan hiduplah untuk masa depan. Jika masa lalu penuh dengan kesalahan, maka perbaikilah dengan memaafkan sebelum ada yang meminta.
Nabi Ibrahim sudah memberikan contoh bagaimana berqurban yang baik. Ketika nabi Ibrahim menyembeli binatang pengganti anaknya, dagingnya itu dibagi-bagikan kepada fakir miskin.
Tindakan ini mengandung makna pemerataan, pemerataan ini sangat kita butuhkan untuk mengobati luka-luka sosial berupa kesenjangan ekonomi yang kadang-kadang menjadi faktor munculnya tindakan-tindakan makar.
Pada hari raya idul qurban ini umat Islam diharapkan bukan saja memotong leher binatang seperti yang pernah dicontohkan oleh nabi Ibrahim AS. Tetapi yang lebih penting lagi adalah memotong atau memenggal sifat-sifat yang tidak baik yang ada pada diri kita.
Marilah kita berkorban demi kejayaan ummat. Semoga Allah SWT memberikan kita kekuatan lahir dan bathin dalam mengorbankan apa yang diridhoi Nya. Amiiin Ya Rabbal ‘Alamin. *
Discussion about this post