JAKARTA – Maraknya korupsi pengadaan pesawat di tubuh Maskapai Penerbangan Nomor 1 pelat merah, PT. Garuda Indonesia, di bongkar habis-habisan oleh Jaksa Agung RI Sanitiar Burhanudin.
Saat menggelar Konferensi Pers, Kamis (24/02) bertempat di Lantai 1 Gedung Menara Kartika, Jakarta Selatan, Jaksa Agung Burhanuddin, telah menetapkan 2 orang sebagai tersangka pada dugaan Tindak Pidana Korupsi Pengadaan Pesawat Udara pada PT. Garuda Indonesia (persero) Tbk. sejak Tahun 2011 s/d 2021.
Hadir mendampingi Jaksa Agung RI, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Dr. Febrie Adriansyah dan Kepala Pusat Penerangan Hukum Leonard Eben Ezer Simanjuntak.
Jaksa Agung Burhanudin menyampaikan bahwa Tim Penyidik pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus telah memeriksa 6 orang saksi pada perkara dugaan tindak pidana korupsi pengadaan pesawat udara pada PT. Garuda IndonesiaTahun 2011-2021.
Dari pemeriksaan keenam saksi, Penyidik menetapkan 2 (dua) orang sebagai Tersangka yakni SA selaku Vice President Strategic Management Office PT Garuda Indonesia periode 2011-2012 dan Anggota Tim Pengadaan Pesawat CRJ-1000 NG Garuda Indonesia tahun 2011 serta Anggota Tim Pengadaan Pesawat ATR 72-600 PT Garuda Indonesia tahun 2012.
Tersangka lainnya adalah AW selaku Executive Project Manager Aircraft Delivery PT Garuda Indonesia 2009-2014 dan Anggota Tim Pengadaan Pesawat CRJ-1000 NG Garuda Indonesia tahun 2011 serta Anggota Tim pengadaan pesawat ATR 72-600 PT. Garuda Indonesia tahun 2012.
Jaksa Agung melanjutkan, untuk mempercepat proses penyidikan kedua orang tersebut dilakukan penahanan di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan selama selama 20 hari sejak tanggal 24 Februari 2022 sampai dengan tanggal 16 Maret 2022.
“Sampai saat ini Tim Penyidik telah memeriksa dan meminta keterangan sebanyak 60 Orang, yang terdiri dari Dewan Komisaris PT Garuda Indonesia, Dewan Direksi PT Garuda Indonesia, Pejabat setingkat Vice President PT Garuda Indonesia, Dewan Komisaris PT Citilink Indonesia, Dewan Direksi PT Citilink Indonesia, Tim Pengadaan Pesawat ATR 72-600, Tim Pengadaan Pesawat Bombardier CRJ -1000 NG, dan Satuan Pemeriksa Internal PT. Garuda Indonesia,” ujar Jaksa Agung.
Kemudian, Tim Penyidik juga telah melakukan penyitaan dokumen sebanyak 580 Dokumen yang telah dilakukan cluster berdasarkan jenis pengadaan Pesawat ATR maupun CRJ, Barang Bukti Elektronik sebanyak 1 buah Handphone, serta 1 (satu) kotak)dus berisikan Dokumen Persidangan dalam Perkara KPK (ebagaimana Surat Permintaan Direktur Penyidikan).
Audit Kerugian Negara
“Terkait kerugian keuangan negara, Tim Penyidik telah melakukan permintaan Perhitungan Kerugian Keuangan Negara kepada BPKP Pusat dan ekspose/gelar perkara antara Tim Penyidik dengan Tim BPKP serta memperoleh kesimpulan adanya Kerugian Keuangan Negara dalam pengadaan pesawat CRJ-1000 dan ATR 72-600 dan saat ini Tim Auditor atau BPKP sedang melakukan proses perhitungan,” ujar Jaksa Agung.
Modus Operandi
Selanjutnya, Jaksa Agung mengatakan adapun modus operandi singkat perkara tersebut, bahwa pada kurun waktu 2011-2021, Garuda Indonesia telah melakukan pengadaan pesawat udara dari berbagai jenis tipe pesawat, antara lain Bombardier CRJ-100 dan ATR 72-600.
Untuk pengadaan Bombardier CRJ-1000 dan ATR 72-600 sejak periode Tahun 2011-2013 terdapat penyimpangan dalam proses pengadaannya, yakni Kajian Feasibility Study / Business Plan rencana pengadaan pesawat Sub-100 Seaters (CRJ-1000) maupun pengadaan pesawat turbopropeller (ATR 72-600) yang memuat analisis pasar, rencana jaringan penerbangan, analisis kebutuhan pesawat, proyeksi keuangan dan analisis resiko tidak memadai berdasarkan prinsip pengadaan barang dan jasa yaitu efisien, efektif, kompetitif, transparan, adil dan wajar serta akuntabel.
Selain itu, proses pelelangan dalam pengadaan pesawat Sub-100 Seaters (CRJ-1000) maupun pengadaan pesawat turbopropeller (ATR 72-600) mengarah untuk memenangkan pihak penyedia barang / jasa tertentu, yaitu Bombardier dan ATR.
Adanya Indikasi suap-menyuap, juga kata Jaksa Agung, terungkap dalam proses pengadaan pengadaan pesawat Sub-100 Seaters (CRJ-1000) maupun pengadaan pesawat turbopropeller (ATR 72-600) dari manufacture.
“Akibat dari pengadaan pesawat CRJ-1000 dan ATR 72-600 yang menyimpang tersebut mengakibatkan PT. Garuda Indonesia mengalami kerugian dalam mengoperasionalkan pesawat CRJ-1000 dan ATR 72-600,” ujar Jaksa Agung.
Jaksa Agung mengatakan, atas kerugian keuangan negara tersebut, telah menguntungkan pihak terkait dalam hal ini perusahaan Bombardier Inc – Kanada dan perusahan ATR (Avions de transport regional) Perancis.
Masing-masing selaku pihak penyedia barang dan jasa serta perusahaan Alberta S.A.S. Perancis dan Nordic Aviation Capital (NAC) Irlandia selaku lessor atau pihak yang memberikan pembiayaan pengadaan pesawat tersebut.
(K.3.3)
Discussion about this post