Oleh: Drs. H. Zainal Abidin Ali Hamu, MA
(Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Kab. Banggai)
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الله اكبر الله اكبر الله اكبر الله اكبر الله اكبر الله اكبر الله اكبر الله اكبر الله اكبر
اللهُ اَكْبَرُ كَبِيْراً وَالْحَمْدُ ِللهِ كَثِيْراً وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَّأَصِيْلاً، لاَإلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرُ، اللهُ اَكْبَرُ وِللهِ الْحَمْدُ.
اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِيْ جَعَلَ الْيَوْمَ عِيْداً لِلْمُسْلِمِيْنَ وَحَرَّمَ عَلَيْهِمْ فِيْهِ الصِّياَمَ، وَنَزَّلَ الْقُرْآنَ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّناَتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ، نَحْمَدُهُ وَنَشْكُرُهُ عَلَى كَمَالِ إِحْسَانِهِ وَهُوَ ذُو الْجَلاَلِ وَاْلإِكْراَمِ.
أَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ. لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ يُحْيِيْ وَيُمِيْتُ وَهُوَ حَيٌّ لاَ يَمُوْتُ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ. وَأَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدَهُ. اَمَّا بَعْدُ: أَيُّهَا النَّاسُ، إِتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقاَتِهِ وَلاَتَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ!
Alhamdulillah Hari ini kita berkumpul kembali di rumah Allah yang suci. Sejak tadi malam hingga pagi hari ini, kaum muslimin di seluruh dunia mulai dari ujung barat hingga ujung timur, serentak mengucapkan takbir, tahmid dan tahlil sebagai pengakuan dan pernyataan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah.
Kita sudah ruku dan sujud dihadapan Allah, maka segala formalitas pagi ini kita tanggalkan, pangkat, jabatan, kedudukan dan kehormatan, kekayaan yang pada hari lain jadi jurang pemisah antara si kaya dan si miskin, si pejabat dan bukan pejabat atasan dan bawahan, antara majikan dan pembantu, hari ini kita tanggalkan, karena manusia duduk pada derajat yang sama di hadapan Allah , pembeda seseorang dengan yang lainya terletak pada jiwa mereka yang paling taqwa.
Dengan sendirinya mungkin saja orang miskin lebih baik dari orang terhormat, bawahan lebih mulia ketimbang atasan , pembantu lebih berharga dari pada majikan , bila ternyata rakyat jelata lebih tinggi tingkat pengabdianya kepada Allah swt.
Gema takbir, tahlil dan tahmid yang kita lantunkan sejak semalam hingga pagi hari ini, adalah wujud ungkapan rasa kegembiraan dan kesyukuran kita kepada Allah.
Allah berfirman dalam surah albaqarah ayat 185.
وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰىكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ …
dan hendaklah kalian menyempurnakan bilangan harinya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu supaya kalian bersyukur”.(albaqara 185)
Sebulan penuh kita telah menjalani shoum Romadhan beserta paket-paketnya, insya Allah kita lakukan dengan penuh kesabaran, ketenangan, ketekunan, keikhlasan, dan keimanan.
Dan sekarang ini Banyak orang yang berpikir, bahwa Idul Fitri adalah puncak kemenangan kaum musilimin. Tahukah Anda jika Anda pun merasakan bahwa Idul Fitri adalah puncak, maka biasanya setelah puncak yang hadir adalah turunan atau menurun.
Itulah sebabnya, betapa banyak kaum Muslimin yang sudah berjuang 29 hari di Bulan Ramadhan untuk meraih fitrah, justru kembali kepada fitnah. Selain TURUN kualitas amalnya, TURUN pula Kuantitas amal-amalnya.
Jika kita mengerjakan ibadah hanya karena Ramadhan, sungguh ia telah pergi dan berlalu, tapi jika semua ibadah karena Allah, maka takkan ada yang berubah meski ramadhan telah pergi dan berlalu, maka mari kita meramadhankan ramadhan sesudah Ramadhan.
Idil fitri seringkali di terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sebagai hari kembali ke fitrah. Secara harfiyah sebenarnya idil fitri berarti kembali berbuka. Tetapi mungkin karena fitrah yang paling mendasar ialah kebutuhan makan dan minum, maka hari raya ini akhirnya dikenal sebagai hari kembali ke fitrah. Karena itu kembali ke fitrah kita harus singkronkan dengan arti harfiyahnya yakni kembali meraih kemakmuran.
Bahwa manusia sejak lahirnya membutuhkan makan dan minum, tangis si bayi menandai bahwa ia lapar setelah lama di tinggalkan ibunya. Ia berontak untuk segerah menyusu. Ini berarti hidup dan kehidupan itu tak lepas dari “ makan dan minum “ Artinya semua orang ingin merasakan kemakmuran.
Dalam pergaulan kita sehari-hari, persaingan mencari kemakmuran semakin terasa kejam, sehingga tidak sedikit orang yang menagisi hidupnya. Jika seorang bayi menangis karena ditinggalkan ibunya maka kaum tertindas orang-orang meskipun menangis, karena tidak diperhatikan oleh ibu pertiwinya, oleh Negara dan lingkungan sosialnya.
Alangkah kejamnya seorang ibu yang tidak menyusukan bayinya, dan membiarkanya menangis tanpa henti. Dalam hidup bermasyarakat dan bernegara pun demikian, alangkah kejamnya kehidupan bermasyarakat dan bernegara jika masyarakat lemah, kaum fuqara dan masakin, anak-anak yatim dan orang-orang terlantar lainya dibiarkan hidup tertindis dan tertindas.
Discussion about this post