Oleh: Ronaldi Timpola
SAAT ini kita dihebohkan tentang berita penetapan seorang tersangka kepada seseorang yang membunuh seorang begal.
Ia dijerat pasal 338 Jo 351 KUHP (menghilangkan nyawa seseorang dan penganiayaan mengakibatkan hilang nyawa seseorang).
Inisial AS, warga Desa Ganti, Praya Timur, Lombok Tengah sedang dalam perjalanan menuju Lombok Timur saat empat orang begal menghadangnya. Keempat pelaku masing-masing berinisial P, OWP, W dan H.
Peristiwa itu berawal saat korban percobaan pencurian AS akan menuju Lombok Timur.
Ketika tiba di TKP, AS dihadang oleh empat pelaku yaitu P dan OWP, bersama dua rekannya yaitu W dan H. Ketika empat pelaku akan mengambil sepeda motor miliknya, AS berusaha melakukan perlawanan dengan senjata tajam yang dibawanya.
Pelaku begal, P dan OW yang juga membawa senjata tajam, tewas di tangan pelaku. Sedangkan kedua pelaku yaitu W dan H melarikan diri ketika melihat dua temannya tersungkur.
Padahal perbuatan yang ia lakukan adalah guna untuk mempertahankan diri saat berhadapan dengan begal tersebut.
Di Indonesia kasus serupa sering terjadi, lantas bagaimana Hukum melihat ini?
Dalam kasus seperti ini, ada beberapa hal yang perlu kita pahami bersama bahwa tindakan yang dilakukan seseorang untuk melindungi diri dari serangan begal merupakan tindakan Overmacht (Daya Paksa) dan Pembelaan terpaksa (Nodweer).
Daya paksa (Overmach) yang di atur dalam pasal 48 KUHP, daya paksa yang tidak dapat dilawan adalah kekuatan yang lebih besar, yaitu kekuasaan yang pada umumnya tidak mungkin di lawan.
Discussion about this post