Oleh: Fitri Hadun, S. Pd
PENDUDUK Indonesia lebih banyak adalah anak muda atau Gen Z. Survei dari Badan Pusat Statistik (BPS) Proporsi gen Z adalah 27,94 %. Berarti sekitar 74 juta jiwa di Indonesia diantaranya merupakan generasi Z.
Namun, generasi Z ini menghadapi berbagai persoalan, salah satunya adalah kekhawatiran tidak dapat memiliki rumah untuk masa depannya nanti. Hal, ini disebabkan harga rumah yang tiap tahunnya naik.
Kenaikan harga rumah sementara kondisi pendapatan gen Z terbilang rendah. Rata-rata pendapatan Gen Z pada tahun 2023 masih di bawah 2,5 juta rupiah per bulan (Yonatan, 2024). Sedangkan harga rumah dengan tipe terendah yaitu tipe 21, rata-rata harganya berkisar antara 250 – 450 juta rupiah (Albert, 2023).
Meskipun Gen Z menabung dari sebagian pendapatan mereka, tetapi untuk membeli rumah tetap akan membutuhkan waktu puluhan tahun (perkim.id. 21/03/2024).
Survei terbaru dari Inventure bertajuk Indonesia Industry Outlook 2025 menunjukkan bahwa 2 dari 3 kelas menengah dari generasi Z alias Gen Z pesimistis bisa membeli rumah untuk tiga tahun ke depan.
Berdasarkan survei tersebut alasan tidak mampu membeli (menyicil/tunai) rumah yaitu harga rumah semakin tinggi (80%), pendapatan terlalu kecil (45%), dan pekerjaan yang tidak tetap (34%) (bisnis.com. 23/10/2024).
Selain itu, jika sudah mendapatkan pekerjaan, belum tentu gajinya mencukupi bahkan ada yang di bawah UMR, sekalipun bergaji UMR namun juga masih sangat jauh untuk bisa menjangkau memiliki rumah.
Sayang sekali padahal rumah merupakan kebutuhan pokok. Generasi Z adalah mayoritas penduduk Indonesia bahkan yang akan melanjutkan peradaban masa depan.
Bisa dibayangkan kondisi sebenarnya masyarakat Indonesia yang kesusahan memenuhi kebutuhan pokok Keadaan ini harusnya diatasi oleh pemimpin sebagai penanggung jawab rakyat.
Mengatasi masalah tersebut, Pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan rumah subsidi. Namun, rumah subsidi tentu tidak gratis karena negara menggandengan para investor dan korporasi lahan.
Sebagaimana kita tau bahwa investor dan korporasi selalu mengedepankan keuntungan dibanding pelayanan terhadap masyarakat. Sehingga tetap saja harganya mahal.
Sebagaimana Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kepmen PUPR) Nomor 689/KPTS/M/2023 soal harga batas jual rumah subsidi untuk tahun 2023-2024 dan 2025 untuk wilayah Sulawesi, Bangka Belitung, Kepulauan Mentawai, dan Kepulauan Riau (kecuali Kepulauan Anambas) sebesar Rp 173 juta untuk tahun 2025 (investortrust.id.08/01/2025)
Solusi ini hanyalah solusi yang tidak menyelesaikan masalah yang tidak menyelesaikan masalah, karena hal ini menunjukkan negara berlepas tanggung jawab.
Urusan masyarakat malah diberikan kepada investor maupun korporasi untuk menyediakannya. Negara memberikan solusi yang tidak sesuai dengan masalah masyarakat. Masalah gen z sulit memiliki rumah, bukan diberi solusi dengan dijual rumah ke mereka (rumah subsidi yang harganya juga mahal)
Padahal, masalahnya adalah lemahnya daya beli karena biaya hidup maupun properti yang semakin mahal namun penghasilan rendah.
Hal ini menunjukkan ketidaksehteraan masyarakat, sehingga seharusnya negara mengatasi ketidaksejahteraan di tengah masyarakat. Investor maupun korporasi yang menguasai lahan, kemudian berbisnis rumah kapada masyarakat.
Sungguh kasihan masyarakat. kebutuhan pokok yang harusnya didapatkan dengan mudah. Malah dikuasai oleh korporasi dan diperdagangkan kepada masyarakat dengan harga mahal sehingga sulit dijangkau oleh masyarakat.
Tanah air seharusnya adalah milik rakyat malah dikuasai oleh swasta. Sebagaimana pernyataan yang pernah disampaikan oleh Mahfud MD Bahwa 70 persen lahan telah dikuasai oleh asing. Sementara masyarakat sisanya 30 persen dikuasai masyarakat.
Bersambung halaman selanjutnya
Discussion about this post