Maksudnya tambah Om Tiar, karena di setiap wilayah memiliki berbagai persoalan yang cukup kompleks berkaitan dengan aspek kemasyarakatan.
“Kalau bicara soal perikanan, minimal kita tahu sedikit tentang perikanan. Begitu pula seterusnya,” kata dia.
Seorang Lurah kata Om Tiar lagi, sejatinya harus lebih cenderung hadir di tengah masyarakatnya. Dengan demikian, dapat memonitoring perkembangan masyarakat yang ada di wilayah kekuasaannya.
“Idealnya, Lurah itu 75 persen berada di lapangan. Sedang sisanya di dalam kantor. Kan ada Seklur yang menangani penyelenggaran roda administrasi dibantu oleh para staf,” jelasnya.
Jadi intinya ada tiga point jangan diabaikan oleh seorang Lurah. Yakni, tahu, mau dan mampu.
Khusus untuk Lurah Jole yang saat ini di demo warganya, yang berbuntut penyegelan kantor kelurahan, saran Om Tiar, boleh untuk dipertimbangkan ditarik. Minimal ditugaskan di kantor kecamatan induk yakni Kecamatan Luwuk Selatan.
Sedikit Om Tiar mengenang, disaat dirinya masih menjabat sebagai Kasat Pol PP, Lurah Jole Sudarmin Lagandja saat ini baru masuk sebagai anggota pol PP tahun 2005.
Untuk pengangkatan sebagai seorang lurah, bukan cuma bermodalkan suka atau tidak suka. Sebagai pembanding, mereka saja yang ikut pendidikan, penataran, pelatihan tentang masaalah pemerintahan masih bisa terjadi ketimpangan dalam melaksanakan tugas pemerintahan, pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan. Apalagi yang tidak punya basic semacam itu. *
Discussion about this post