Oleh: Aswan Ali, S.H.
(Hadiah Ultah Kab. Banggai ke-63)
PEKAN lalu seorangjanda berusia 72 tahun tergopoh-gopoh datang ke kantor praktik hukum saya, “PPKH Law Office”. Semula saya menduga warga Kelurahan Karaton, Kecamatan Luwuk, itu mau konsultasi atau meminta pendampingan bantuan hukum terkait permasalahan yang tengah ia hadapi. Ternyata bukan. Katanya, ia sekadar mau curhat persoalan layanan publik. Sudah lebih dari setahun belakangan pasokan air bersih di rumahnya macet total. Bahkan pihak PDAM, katanya, sudah mencopot meteran air yang terpasang pada pipa sambungan di rumahnya.
Namun dia heran, ternyata rekening pemakaian airnya setiap bulannya masih tetap ditagih padanya. “Sampai sekarang saya masih tetap membayar rekening air PDAM Rp. 100 ribu setiap bulan,” keluhnya. Bahkan, si nenek yang tinggal bersama seorang cucunya itu mengatakan, pernah petugas dari PDAM datang ke rumahnya menagih tunggakan rekening pemakaian air sebesar Rp. 1 (satu) juta lebih. “Saya cuma marah dan usir pergi orang itu,” kata si nenek emosi.
“Jadi, setelah diputus sambungannya, ibu mendapat air dari mana?”, tanya saya. Nenek itu mengaku berkat bantuan tetangganya ia masih bisa mendapatkan air untuk kebutuhan sehari-hari, tanpa dipungut bayaran. “Saya bersyukur tetangga saya berbaik hati menyambungkan selang air dari rumahnya, saya mau bayar tapi orangnya tidak mau terima, katanya dia mau beramal saja”, ungkap si nenek pensiunan ASN itu.
Saya lalu bertanya, apakah dia memerlukan bantuan untuk mempersoalkan ke PDAM terkait tagihan pemakaian air yang masih tetap jadi bebannya sampai saat ini. Tapi katanya tidak perlu, tanpa memberitahukan alasannya. Ia hanya meminta agar saya menuliskan di media apa yang dia alami itu. “Tolong Pak Aswan tulis di media apa yang saya alami ini, mudah-mudahan ada perhatian untuk perbaikan layanan kepentingan publik dari pemda kita”, kata si nenek yang mengaku selalu mengikuti ulisan-tulisan saya di media, itu.
Usai menyampaikan curhatannya, si nenek lantas berpamitan pulang. Ketika bersalaman, dia menempelkan dua lembar uang merah ditelapak tangan saya, sebagai tanda terima kasih, katanya. Saya kemudian mengambil uang itu lalu buru-buru memasukkan kembali kedalam tasnya. “Ibu lebih memerlukan uang ini”, ucap saya sambil berpesan agar berhati-hati menumpang ojek.
Kisah ironi buruknya kinerja pelayanan PDAM Kabupaten Banggai terhadap pelanggannya, seorang janda, itu hanyalah sepenggal fragmen dari selusin keburukan tata kelola manajemen PDAM berbasis kolusi dan nepotisme tersebut. Ada lagi kisah lainnya tentang tindakan pemutusan sambungan air di rumah pelanggan lainnya akibat tunggakan rekening yang belum terbayar.
Tapi dikasus lain itu, ironisnya, setelah si pelanggan yang lalai tersebut dieksekusi tagihan di rumahnya oleh petugas PDAM, eh ternyata duit hasil pembayaran tunggakan rekening dan sanksi denda, serta biaya penyambungan kembali bernilai jutaan rupiah tidak disetorkan ke kasir penerima, melainkan dipakai untuk biaya acara nyanyi-nyanyi karaoke dan makan bersama untuk memperingati HUT PDAM. Hehe.., enak bukan?
Lain lagi cerita pemutusan sambungan air di rumah pelanggan yang berstatus anggota DPRD Banggai. Tanpa ba bi bu, si anggota dewan yang telah menunggak pembayaran rekening airnya itu tak perlu repot. Ia cukup menelpon saja seorang anggota direksi, maka datanglah si petugas membereskan kebutuhan air di rumah pribadinya itu.
Dan ada pula kisah lebih tragis yang menimpa seorang warga Kelurahan Baru, Kecamatan Luwuk, juga terkait urusan air dengan PDAM. Dalam tulisan ini saya menyebut dia Om Tony (bukan nama sebenarnya). Om Tony kaget bukan alang kepalang. Bagai disambar geledek disiang bolong, tiba-tiba ia mendapat tagihan pembayaran utang pemakaian air PDAM sebesar Rp. 200 juta. Ya, dua ratus juta rupiah, bukan dua ratus ribu, bro. Tagihan itu diajukan melalui surat somasi yang dikirimkan seorang pengacara kepada Om Tony, atas permintaan Dirut PDAM Kabupaten Banggai. Kok bisa?.
Ya, Om Tony yang pensiunan karyawan PDAM itu tidak cuma dituntut menyelesaikan perkara utang-piutang saja. Dia juga diancam pasal pidana pencurian dan penggelapan oleh sang pengacara gara-gara dituduh mencuri dan memperjualbelikan air milik PDAM. “Saya bantah, tidak benar itu,” kata Om Tony, ketika ia datang meminta bantuan hukum kepada saya. Memang Om Tony membenarkan kalau dia ada melakukan pemasokan air kepada warga melalui mobil tangki miliknya pribadi. “Tapi, airnya kan saya ambil langsung dari sumbernya di sungai, bukan dari hasil tangkapan didalam bak penampungan milik PDAM,” kata Om Tony membela diri.
“Juga waktu itu atas persetujuan direktur lama, Pak Arwin. Bahkan Pak Arwin sering menyuruh saya mengantarkan air kepada warga di lokasi yang lagi mengalami krisis air akibat pipa PDAM mengalami gangguan”, kata Om Tony. Katanya lagi, “Uang dua ratus juta itu dari mana saya dapat, upah mengantarkan air ke rumah konsumen saja cuma dibayar seratus lima puluh ribu per tangki, itu pun tidak setiap hari ada permintaan,” kata Om Tony, masygul.
Discussion about this post