Oleh: Nasri Sei
SECARA etimologis pemimpin dimaknai menuntun, menunjukkan jalan, dan mengantarkan. Kehadiran pemimpin menjadi suatu keniscayaan di tengah masyarakat. Begitu pentingnya pemimpin sehingga nabi bersabda: “Jika Kalian berjalan bertiga, majulah satu orang sebagai pemimpin”.
Di dalam suatu kelompok, jika tidak ada yang berinisiatif untuk memimpin, maka kelompok itu berpotensi untuk menjadi kerumunan. Tabiat kerumunan biasanya seperti itik. Tidak beragenda, tidak ada kepemimpinan, tidak ada visi dan misi dan tidak ada pula jaringan.
Sebaliknya, jika dalam kelompok itu ada yang berinisiatif menjadi pemimpin, maka kumpulan itu berpotensi dan membentuk formasi jamaah. Yaitu,suatu kumpulan orang-orang yang memiliki visi, misi,agenda, kepemimpinan, dan jaringan.
Praktis, seorang pemimpin mesti ada, baik dalam lingkup kecil seperti sebuah keluarga, kehidupan masyarakat sampai entitas besar suatu negara. Top Leadernya hanya seorang, tidak lebih. Jika dalam kehidupan rumah tangga, misalnya, sudah ada dua orang pemimpin, boleh jadi perahu rumah tangga itu karam akibat badai lautan dinami kakehidupan rumah tangga.
Sayang, dalam prakteknya, sering terjadi distorsi dalam mempersepsikan pemimpin. Pemimpin cenderung dipahami sebagai faslitas kemewahan yang tersedia. Tidak heran, banyak orang berebut jadi pemimpin, karena aksesorisnya. Ingin jadi pemimpin karena penampakkan luar dari seorang pemimpin itu; berbaju necis,berdasi,mamakai jas,menguasai corong mic,kemana-mana di kawal, bermobil mewah, managemen telunjuk, dipuji-puji, tandatangan dan memo berharga, dan hidup serba nikmat.
Akibatnya, pemimpin sering lupa diri. Mereka mengeksploitasi gaya dan model kepemimpinannya untuk mempertahankan wibawanya. Berbagai daya dan gaya ditempuh agar menjadi pemimpin yang hebat dan berwibawa. Diam, retorika berbicara, cara duduk, berdiri, berbaring, berpakaian, berhadapan dengan rakyat, semuanya dilakukan dengan sadar dan teratur untuk mempertahankan citranya alias “Jaim” (Jaga Image). Perlengkapan pemimpin seperti itu berhubungan dengan Appearance (Penampilan Fisik) seorang pemimpin.
Lalu, tibalah kita pada pertanyaan pemimpin bagaimanakah yang kita rindukan? Pemimpin yang memiliki 2 Mutiara sekaligus, yakni Appearance dan Performance. Appearance merujuk pada penampilan fisik pemimpin, sedangkan performance berkaitan dengan kinerja atau kemampuan internal pemimpin atas kapasitas intelektual, emosi dan spiritual dalam menjalankan kepemimpinannya.
Pemimpin adalah orang yang memiliki appearance (Penampilan Fisik) secara proporsional, tidak berlebihan dan juga tidak berkekurangan. Tidak perlu berlebihan karena akan memberikan kesan penampilan terlampau mewah, dibikin-bikin, over acting dan mubazir. Tetapi juga tidak minus,sebab dapat mengurangi kehidmatan superioritas pemimpin serta kewibawaan institusi yang dipimpinnya.
Ia diam dimana rakyat tidak membutuhkan bicaranya, dan berbicara secara fasih ketika rakyat menghendaki ia bicara. Apa yang ia bicarakan begitulah rakyat lihat perbuatannya.
Disampingitu, pergaulannya dengan rakyat sangat humanis, membuka keakraban dengan rakyat, memulai pembicaraan, sesekali menghidupkan suasana dengan sedikit guyonan yang terukur. Dalam bahasa mewah, kategori pemimpin seperti ini adalah pemimpin demokratis.
Kadang pemimpin kita temukan sangat formal, kaku, dan bahkan mempolitisasi appearance nya agar khalayak yang bertemu dengannya mati tidak berkutik. Ia membiarkan suasana diam dan tidak akrab meliputi ruang kerjanya. Ada juga rakyat yang bertamu diladeni sambil menulis. Tipe pemimpin seperti ini kurang humanis.
Dalam diri pemimpin sudah ada penghargaan dan keseganan otomatis dari khalayak tanpa di minta, lantaran itu tidak perlu melakukan politisasi berlanjut mengenai eksploitasi kekharismaan dan kewibaaanya dimata rakyat.
Discussion about this post