LUWUKTIMES.ID— Gerakan Perlawanan Islam-Hamas menegaskan, perjuangan rakyat Palestina melawan pendudukan dan kolonialisme tidak dimulai pada tanggal 7 Oktober 2023. Namun dimulai 105 tahun yang lalu. Termasuk 30 tahun kolonialisme Inggris dan 75 tahun pendudukan Zionis.
Demikian penjelasan dan klarifikasi ‘Badai Al-Aqsha’ yang diterbitkan Hamas bertajuk ‘Narasi Kami, Operasi Badai Al-Aqsha’, Rabu (24/1/2024) siang ini.
Dijelaskan, tahun 1918, rakyat Palestina memiliki 98,5 persen tanah Palestina dan mewakili 92 persen penduduk di tanah Palestina.
Sementara orang-orang Yahudi, yang dibawa ke Palestina dalam kampanye imigrasi massal yang dikoordinasikan antara otoritas kolonial Inggris dan Gerakan Zionis, berhasil menguasai tidak lebih dari 6 persen tanah di Palestina dan merupakan 31 persen dari populasi sebelum tahun 1970-an.
Pada tahun 1948 ketika entitas Zionis diumumkan di tanah bersejarah Palestina. Pada saat itu, rakyat Palestina tidak diberi hak untuk menentukan nasib sendiri dan geng-geng Zionis terlibat dalam kampanye pembersihan etnis terhadap rakyat Palestina yang bertujuan untuk mengusir mereka dari tanah dan wilayah mereka.
Akibatnya, geng-geng Zionis menguasai secara paksa 77 persen tanah Palestina. Mereka mengusir 57 persen rakyat Palestina dan menghancurkan lebih dari 500 desa dan kota Palestina, serta melakukan puluhan pembantaian terhadap warga Palestina yang semuanya berujung pada pembantaian.
Selain itu, sebagai kelanjutan agresi, pasukan Israel pada tahun 1967 menduduki seluruh wilayah Palestina termasuk Tepi Barat, Jalur Gaza dan Yerusalem selain wilayah Arab di sekitar Palestina.
Selama beberapa dekade yang panjang ini, rakyat Palestina menderita segala bentuk penindasan, ketidakadilan, perampasan hak-hak dasar mereka dan kebijakan apartheid.
Jalur Gaza, misalnya, pada tahun 2007 menderita akibat blokade yang mencekik selama 17 tahun yang menjadikannya penjara terbuka terbesar di dunia.
Rakyat Palestina di Gaza juga menderita akibat lima perang/agresi yang merusak, dimana Israel adalah pihak yang bersalah.
Masyarakat di Gaza pada tahun 2018 juga memprakarsai demonstrasi Great March of Return untuk memprotes secara damai blokade Israel, kondisi kemanusiaan yang menyedihkan dan menuntut hak mereka untuk kembali.
Namun, pasukan pendudukan Israel menanggapi protes ini dengan kekuatan brutal yang menyebabkan 360 warga Palestina terbunuh dan 19.000 lainnya terluka. Termasuk lebih dari 5.000 anak-anak dalam hitungan beberapa bulan.
Menurut angka resmi, dalam periode antara Januari 2000 dan September 2023, pendudukan Israel telah membunuh 11.299 warga Palestina dan melukai 156.768 lainnya. Sebagian besar dari mereka adalah warga sipil.
Sayangnya, pemerintah Amerika Serikat dan sekutunya tidak memperhatikan penderitaan rakyat Palestina selama beberapa tahun terakhir, namun justru menutupi agresi Israel.
Mereka hanya menyesali tentara Israel yang terbunuh pada 7 Oktober bahkan tanpa mencari kebenaran atas apa yang terjadi, dan secara keliru berada di belakang narasi Israel dengan mengutuk dugaan penargetan warga sipil Israel.
Pemerintahan Amerika Serikat memberikan dukungan finansial dan militer terhadap pembantaian pendudukan Israel terhadap warga sipil Palestina dan agresi brutal di Jalur Gaza. Namun para pejabat AS terus mengabaikan apa yang dilakukan pasukan pendudukan Israel di Gaza, yaitu pembunuhan massal.
Pelanggaran dan kebrutalan Israel didokumentasikan oleh banyak organisasi PBB dan kelompok hak asasi manusia internasional termasuk Amnesty International dan Human Rights Watch, dan bahkan didokumentasikan oleh kelompok hak asasi manusia Israel.
Namun, laporan dan kesaksian ini diabaikan dan pendudukan Israel belum bisa dimintai pertanggungjawaban.
Misalnya, pada 29 Oktober 2021, Duta Besar Israel untuk PBB Gilad Erdan menghina sistem PBB dengan merobek laporan Dewan Hak Asasi Manusia PBB saat berpidato di Majelis Umum, dan membuangnya ke tempat sampah sebelum meninggalkan podium. Namun, ia diangkat pada tahun berikutnya 2022 sebagai Wakil Presiden Majelis Umum PBB.
Pemerintahan AS dan sekutu baratnya selalu memperlakukan Israel sebagai negara yang berada di atas hukum.
Mereka memberikan perlindungan yang diperlukan untuk terus memperpanjang pendudukan dan menindak rakyat Palestina.
Sekaligus membiarkan Israel mengeksploitasi situasi tersebut untuk mengambil alih lebih banyak tanah Palestina dan melakukan Yudaisasi terhadap tempat suci mereka.
Terlepas dari kenyataan bahwa PBB telah mengeluarkan lebih dari 900 resolusi selama 75 tahun terakhir yang mendukung rakyat Palestina, Israel menolak untuk mematuhi resolusi-resolusi tersebut, dan veto Amerika Serikat selalu hadir di Dewan Keamanan PBB untuk mencegah segala kecaman terhadap kebijakan dan pelanggaran Israel.
“Itu sebabnya, kami melihat Amerika Serikat dan negara-negara barat lainnya terlibat dan bermitra dengan pendudukan Israel dalam kejahatannya dan penderitaan rakyat Palestina yang terus berlanjut,” tekan Hamas. * stp
Baca: Karena Izin Allah, Satu Anggota Brigade Al-Qassam Mampu Tewaskan 21 Tentara Israel
Discussion about this post