Oleh: Aswan Ali, SH
TULISAN ini sekadar merespon pandangan Dr. Syarief Makmur, M.Si. Dalam tulisannya berjudul, “Paradigma Baru Kepemimpinan, Cawe-cawe Kok Dipermasalahkan?,” (Luwuk Times edisi 4 Juni 2023).
Setelah membaca dan mencermati uraian pendapat Dr. Syarief Makmur, M.Si dalam tulisannya tersebut, saya tidak menemukan topik yang secara spesifik membahas terkait cawe-cawe dalam perspektif paradigma baru kepemimpinan Presiden Jokowi sebagaimana yang dipersepsikan Dr. Syarief Makmur, M.Si dalam tulisannya tersebut.
Meski begitu saya ingin menukil satu paragraf yang mudah-mudahan bisa mewakli inti pandangan Dr. Syarief Makmur. M.Si dalam merespon “kegelisahan” publik terhadap sikap Presiden Jokowi yang secara terbuka mengatakan, bahwa dirinya (Presiden Jokwi) akan bersikap cawe-cawe dalam Pemilu/Pilpres tahun 2024.
“Publik pun menyadari bahwa gaya kepemimpinan Jokowi saat ini adalah paradigma baru kepemimpinan yang mengandalkan kecepatan bertindak, kreativitas dan inovasi tingkat tinggi untuk dapat menyesuaikan dengan kompetisi global yang sangat ketat.
Jokowi bukanlah malaikat, segudang kelebihan dan kekurangannya yang harus diterima oleh rakyat Indonesia.
Ia masih seorang presiden yang sah hingga 2024. Berikan kesempatan kepada Presiden Jokowi untuk berkreasi, berinovasi, dan menggagas ide dan perubahan Indonesia yang lebih baik”.
Dari kutipan uraian diatas saya menangkap kesan Dr. Syarief Makmur, M.Si yang tidak sependapt dengan reaksi publik yang menentang sikap politik Presiden Jokowi yang dengan gamblang mengatakan akan ikut cawe-cawe dalam proses penyelenggaaran Pilpes tahun 2024.
Mengapa Cawe-Cawe
Kata cawe-cawe (Jawa) dalam KBBI diartikan sebagai, “ikut membantu mengerjakan (membereskan, merampungkan); ikut menangani”, contoh dalam kalimat, apabila melihat kepincangan generasi muda, kita yang tua-tua hendaknya turut cawe-cawe mengatasinya.
Kata cawe-cawe belakangan semakin populer dalam diskursus publik jelang pelaksanaan pemilu/pilpres tahun 2024. Sehubungan dengan Presiden Jokowi yang telah bersikap cawe-cawe atau “ikut membantu membereskan” sejumlah partai politik tertentu dalam mempersiapkan pasangan capres dan cawapres yang akan berkontestasi nanti.
Sebagaimana diketahui secara terang-terangan Presiden Jokowi dihadapan pempinpin redaksi media massa dan para content creator (Youtuber) media sosial yang diundang ke Istana Negara (Senin 29/5), mengatakan bahwa dia akan bersikap cawe-cawe dalam kegitan pemilu. “Saya harus cawe-cawe”, kata Jokowi.
Padahal, beberapa hari sebelumnya dihadapan para wartawan pula Presiden Jokowi telah membantah kalau dirinya tidak akan ikut cawe-cawe mengurusi kontestasi pilpres, kendati pun mengaku telah bertemu dan membahas strategi pemenangan pilpres bersama enam parpol pendukung pemerintah, diluar partai Nasdem, yang kata Jokowi sudah punya koalisi sendiri.
Sikap terus terang cawe-cawe Presiden Jokowi tersebut, sontak menimbulkan beragam penafsiran dari berbagai kalangan.
Bagi kalangan istana, pernyataan cawe-cawe Presiden Jokowi tersebut tentu saja ditafsirkan positif, yaitu sebagai usaha Presiden Jokowi untuk menjaga dan memelihara iklim demokrasi demi terselenggaranya pemilu luber dan jurdil.
Hal ini antara lain seperti dikatakan oleh pihak istana seperti yang disampaikan Bey Machmudin, Deputi Bidang Protokol, Pers dan Media Kantor Sekretariat Presiden (KSP).
Menurut Bey cawe-cawe yang dimaksud Presiden Jokowi adalah dalam rangka mengawal pemilu serentak 2024 berlangsung jujur, adil, dan demokratis (saya menduga Dr. Syarief Makmur, M.Si berdiri pada posisi ini).
Akan tetapi bagi kalangan diluar pemerintahan, khususnya tanggapan dari para akademisi dan aktivis prodemokrasi, statemen Presiden Jokowi itu telah memicu kekhawatiran serius, dimana Presiden Jokowi dipersepsikan tidak akan bersikap netral pada kontestasi pilpres 2024.
Presiden Jokowi berdasarkan pernyataan cawe-cawenya itu justru patut diduga akan berpihak memenangkan capres-cawapres tertentu.
Tokoh-tokoh yang mengkhawatirkan gejala ini seperti disuarakan, antara lain, Prof. Dr. Denny Indrayana, Dr. Bivitri Susanti, Prof. “Akal Sehat” Rocky Gerung, Dr. Rizal Ramli, Dr. Refly Harun, dll.
Konteks Cawe-Cawe Jokowi
Kekhawatiran kalangan sivil society terhadap sikap politik cawe-cawe Presiden Jokowi tentu punya dasar dan alasan-alasan kontekstual. Secara politics-sosoilogis sikap cawe-cawe Presiden Jokowi dalam perhelatan pilpres 2024 terkonfirmasi jelas melalui serangkaian tindakan dan kegiatan parsial Presiden Jokowi yang mengendorce bakal capres tertentu.
Dalam pertemuan musyawarah rakyat (Musra) yang diinisiasi kelompok pendukung Jokowi (Projo) dan Seknas Relawan Nusantara, misalnya, secara terang terangan Jokowi menyebutkan kriteria figur capres idolanya, yaitu berambut putih dan muka berkerut karena sering memikirkan rakyat, kriteria ini banyak disematkan kepada sosok Ganjar Pranowo.
Dilain kesempatan Jokowi juga memperkenalkan ciri-ciri capres yang sesuai seleranya, yakni tegas dan pemberani; kriteria ini jamak diasosiasikan kepada figur Prabowo Subianto.
Dua sosok bakal capres kesukaan Jokowi, yakni Ganjar Pranowo dan Probowo Subianto, itulah yang disebut-disebut akan mendapatkan keistimewaan (privilege) dari Presiden Jokowi, yang mana salah satunya diharapkannya bisa memenangkan pilpres 2024 nanti.
Ketika memberikan sambutan dalam acara HUT partai Perindo (7/11 2022) Jokowi mengatakan Pemilu 2024 menjadi giliran Prabowo untuk memenangkan pertarungan.
Discussion about this post