SAUDARAKU, sebagian orang ada yang pulang ketika imam bersiap mengerjakan shalat witir dengan alasan ingin shalat malam lagi nanti di rumah.
Sebenarnya ini kurang tepat. Karena itu berarti dia melewatkan kesempatan untuk mendapatkan pahala shalat semalam suntuk dengan tarawih bersama imam hingga selesai.
Yang menjadi penyebabnya barangkali dia pernah membaca hadits,
اجْعَلُوا آخِرَ صَلَاتِكُمْ بِاللَّيْلِ وِتْرًا.
“Jadikanlah akhir shalat sunnah kalian di malam hari dengan shalat witir.” H.R. Al-Bukhari (998) dan Muslim (751).
Penjelasan tentang riwayat ini sebagai berikut:
1. Perintah Nabi Muhammad di hadits ini bukan bersifat keharusan, tapi anjuran.
Sehingga boleh mengerjakan shalat malam lagi meski sudah shalat witir.
Dalilnya ialah di sebagian waktu Nabi Muhammad bahkan mengerjakan shalat sunnah lagi sehabis beliau mengerjakan shalat witir. Ummu Salamah radhiyallahu •anha berkata,
كانَ يُصَلِّي بَعْدَ الْوِترِ رَكْعَتَينِ خَفِيْفَتَيْنِ، وَهوَ جالِسٌ.
“Setelah shalat witir, Nabi Muhammad mengerjakan shalat dua raka’at yang ringan dalam kondisi duduk.”
Shahih [Shahih Ibnu Majah, 989]. H.R. At-Tirmidzi (471), Ibnu Majah (1195) ini lafazh beliau.
Syaikh Ibnu Baaz rahimahullah menerangkan,
ثبت عنه أنه صلى ركعتين بعد الوتر؛ ليبين للناس جواز ذلك وأنه لا حرج في ذلك.
“Telah valid bahwa Nabi shalat dua rakaat setelah shalat witir, hal itu untuk menerangkan kepada manusia bahwa yang demikian boleh, tidak masalah.”
(Fatawa Nur ‘alad Darb, 10/178)
Seandainya wajib menutup shalat malam dengan shalat witir, maka tentu Nabi Muhammad tidak akan shalat sunnah lagi setelah beliau mengerjakan shalat witir.
2. Apabila seseorang shalat malam lagi di rumah dalam keadaan sudah witir bersama imam, maka dia tidak menutup shalat malamnya dengan witir lagi.
Karena Nabi Muhammad bersabda,
لَا وِتْرَانِ فِي لَيْلَةٍ.
Tidak ada dua shalat witir dalam satu malam.” HR. Abu Dawud (1439)
Lalu bagaimana dengan hadits,
اجْعَلُوا آخِرَ صَلَاتِكُمْ بِاللَّيْلِ وِتْرًا.
“Jadikanlah akhir shalat sunnah kalian di malam hari dengan shalat witir.”
Sudah lewat penjelasannya, bahwa hadits ini sifatnya anjuran bukan keharusan. *
Alfaqir H. Suardi Kandjai
Discussion about this post