“Tanpa Festival Orang Bisa Hidup, Namun Tanpa Tanah Orang Bisa Mati”. Sugianto Adjadar
LUWUK – Aksi menduduki dan menginap di Kantor DPRD Kabupaten Banggai meninggalkan kisah pilu yang mendalam bagi puluhan petani yang tergabung dalam Front Petani Batui Lingkar Sawit.
Bagi para petani sawit, terdapat perbedaan perlakuan oleh Bupati Banggai Ir. H. Amirudin, atas permasalahan yang mereka perjuangkan, dengan kegiatan festival.
Bagaimana tidak, petani yang rela meninggalkan keluarga dan terpaksa melantai kedinginan harus berjuang mempertahankan atas tanah leluhurnya.
“Aksi selama dua hari satu malam itu harus memaksa petani untuk meninggalkan rumah hingga kelaparan dan kedinginan” Urai Sugianto Adjadar, Kordinator Lapangan, Kamis, 7 Juli 2022.
Menurutnya sikap Bupati dan Ketua DPRD Banggai yang enggan menemui petani sehingga memaksa petani berdesakan untuk meminta kejelasan tanah mereka adalah sikap melukai hati dan perasaan rakyat miskin.
“Saat berdesakan dengan Pol PP dua ibu-ibu harus jatuh pingsan hanya untuk menemui Bupati dan Ketua DPRD” Ulasnya.
Lanjut, Kordinator Aksi Kamisan Luwuk ini juga mengutarakan bahwa Bupati sangat antusias dalam kegiatan festival, akan tetapi penyelesaian atas tanah membiarkan begitu saja, padahal tanpa festival orang bisa hidup namun tanpa tanah orang bisa mati.
“Bupati sangat antusias jika meluangkan waktu dalam kegiatan festival tapi urusan tanah malah cuek dan membiarkan begitu saja, padahal kita semua berasal dari tanah dan mati akan dikuburkan di tanah” Ungkap Gogo, sapaan akrabnya.
Sebelumnya, Front Petani Batui Lingkar Sawit melakukan aksi demonstrasi dan menduduki kantor DPRD Kabupaten Banggai sejak tanggal 4 hingga 5 Juli 2022.
Puncaknya pada hari Selasa tanggal 5, saat Bupati dan Ketua DPRD Kabupaten Banggai membiarkan petani begitu saja yang telah menginap dan tidur selama 2 hari di depan gedung DPRD Kabupaten Banggai.
Saat memasuki kantor, Bupati dan Ketua DPRD enggan berkomunikasi dengan para petani yang telah jauh datang dari Kecamatan Batui dan Batui Selatan, dan memilih untuk segera melakukan rapat paripurna.
Padahal ada beberapa lansia dan anak-anak di bawa umur yang telah menunggu lebih dari 24 jam untuk meminta kejelasan kepada Pemda Banggai terkait penyelesaian kasus tanah petani.
Sekitar pukul 10.00 Wita, massa aksi membakar ban dan berdesakan dengan Satuan Polisi Pamong Praja untuk bisa berkomunikasi langsung dengan Bupati Banggai dan Ketua DPRD.
Akibatnya dua ibu, salah satunya lanjut usia, WY dan ES harus jatuh pingsan disebabkan kesedihan dan kelelahan saat saling dorong dengan pihak Pol PP.
Kemudian dengan atas kesabaran, para petani menunggu Pemda Banggai dan DPRD selesai dalam melakukan rapat. Namun setelah berjam-jam melakukan rapat pihak Pemda Banggai hanya berapa menit saja melakukan dialog bersama petani.
Dalam dialog tersebut, Pemda Banggai kembali berjanji pasca lebaran akan melakukan rapat bersama Tim Pokja, pihak PT. Sawindo Cemerlang dan para petani. Dan hal ini merupakan kesekian kalinya janji Bupati Banggai terhadap penyelesaian konflik tanah petani. *
Discussion about this post