Oleh: Dr. Syarif Makmur M.Si
FIRAUN bukanlah sebuah sosok manusia yang paling berkuasa atau menganggap dirinya Tuhan bahkan lebih hebat dari pada Tuhan yang sebagian besar manusia memahaminya.
Tetapi ia adalah sebuah Perilaku yang digambarkan dalan Alquran sebagai perilaku yang sombong, perilaku yang sewenang-wenang dan selalu berpaling pada kebenaran dan kebaikan sebagaimana yang pernah di sebuatkan budayawan Emha Ainun Nadjib (2023).
Firaun adalah sebuah perilaku yang sangat mencintai dan menyayangi rakyat bahkan mensejahterakan rakyatnya yang taat dan patuh kepada perilaku itu tetapi ia berpaling kepada sang maha pencipta dan maha kuasa bahkan menganggap dirinya paling berkuasa.
Hampir seluruh rakyat mesir mencintai dan menyayangi Firaun, tetapi Musa dan Harun dan pengikutnya tidak menuruti perilaku Firaun itu.
Firaun tidak saja ada pada fenomena kekuasan negara, kekuasaan organisasi tetapi dapat saja perilaku Firaun itu terdapat dalam rumah tangga, dalam sebuah komunitas sosial, komunitas ekonomi, dalam pasar dan sebagainya.
Firaun itu tidak melanggar UU yang diciptakan nya sendiri, ia amat konsisten dengan segala aturan yang ia ucapkan, artinya antara pikiran, ucapan dan tindakan firaun selalu konsisten dan berintegritas, tetapi etika dan moral Firaun ditantang oleh Musa dan Harun karena ia menentang kebenaran dan kebaikan yang diturunkan Allah.
Puncak dari kebobrokan dan kemunduran Akhlak Firaun adalah membunuh anak laki-laki yang baru lahir dan memandang remeh Musa dan Harun.
Kesombongan Firaun ia tunjukkan dengan menantang kehebatan Nabi Musa dengan mempertunjukkan kehebatan ahli-ahli sihirnya dihadapan Nabi Musa as.
Firaun selalu menjaga nama baiknya dan kehormatan dihadapan rakyatnya, dengan memperhatikan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya namun dibalik nama besar dan kehebatan nya itu.
Firaun menyimpan ambisi kekuasaan nya yang terus langgeng tanpa ada yang menintervensi, dan Allah memberi ruang dan kesempatan itu kepada Firaun dan seolah-olah apa yang dilakukannya adalah benar dan baik sekalipun semua itu bertentangan dan melabrak hukum-hukum Allah (Istidrajd).
Firaun diberikan Istidrajd (pancingan) oleh Allah dengan membiarkan segala tindak-tanduknya seakan-akan benar dan baik serta dihormati dan diakui oleh seluruh rakyat mesir.
Istidrajd firuan berlangsung sangat lama, dan berakhir setelah ia mengejar Nabi Musa as dan Allah menenggelamkan firaun dilaut merah dan menyelamatkan Musa dan pengikutnya.
Perilaku Firaun, secara hukum buatan manusia adalah benar dan baik tetapi ketika ia menentang hukum-hukum Allah, menentang moralitas dan etika tentang baik dan buruk, tentang adil dan tidak adil, tentang kesantunan dan ketidaksantunan, tentang tata krama dan lainnya maka hati Firaun telah tertutup mati dan jauh dari petunjuk ilahi maka Firaun tidak dapat membedakan mana yang benar dan mana yang tidak benar, mana yang baik dan mana yang tidak baik, mana yang jahat dan mana yang jujur.
Firaun selalu menganggap bahwa apa yang disampaikan Musa dan Harun kepada rakyat mesir adalah fenomena biasa dalam kehidupan, yang hanya di dengar saja dan tidak perlu diikuti.
Rakyat Tidak Menuruti Politik Soekarno dan Soeharto
Salah satu contoh perilaku Soekarno yang hampir menyerupai Perilaku Firaun adalah ketika Soekarno mengangkat dirinya sebagai Presiden seumur hidup, mempenjarakan tokoh-tokoh kritis dan membungkam demokrasi dan mulai menjalin kerjasama dengan negara-negara haluan komunis (Rusia dan Tiongkok) yang idiologi nya bertentangan dengan Pancasila.
Rakyat mulai tidak menuruti kemauan Soekarno diakhir-akhir masa jabatannya bahkan beberapa orang kepercayaannya seperti Nasution dan Soeharto menentang kebijakan-kebiakan Soekarno yang dinilai membahayakan Negara dan Bangsa.
Seperti kisah Musa dan Firuan, Soekarno pun di gulingkan dan dilengserkan oleh ambisi kekuasaanya sendiri ingin berkuasa seumur hidup.
Discussion about this post