Oleh: Dr. Syarif Makmur, M.Si
KESEHATAN seringkali baru disadari nilainya ketika kita kehilangannya. Padahal, ia adalah karunia tak ternilai, yang tak bisa dibeli dengan harta, pangkat, atau popularitas.
Ketika tubuh kita sehat, kita memiliki energi untuk berkarya, semangat untuk melayani, dan ketenangan untuk menikmati hidup.
Namun sayangnya, banyak dari kita baru benar-benar mensyukuri nikmat sehat saat penyakit datang menyapa.
Syukur bukan sekadar ucapan “Alhamdulillah”, melainkan juga perwujudan dalam sikap dan gaya hidup.
Orang yang bersyukur atas kesehatan akan menjaga pola makan, cukup istirahat, rajin berolahraga, dan mengelola stres dengan baik.
Sebaliknya, orang yang lalai, cenderung menganggap remeh tubuhnya hingga suatu saat tubuh itu sendiri yang menuntut haknya.
Dalam berbagai pengalaman spiritual dan medis, ditemukan bahwa sikap syukur yang tercermin dalam hati yang lapang dan pikiran yang positif berdampak langsung pada proses penyembuhan.
Banyak pasien yang mengalami pemulihan luar biasa, bahkan dari penyakit kronis, setelah mereka mengubah cara berpikir dan lebih banyak bersyukur.
Sikap pasrah dan menerima kenyataan, bukan berarti menyerah, tapi justru menjadi fondasi kuat untuk bangkit.
Beberapa studi di bidang psikosomatik menunjukkan bahwa emosi negatif seperti marah, iri, cemas, dan takut memperburuk kondisi tubuh.
Sebaliknya, rasa syukur meningkatkan sistem imun, menurunkan tekanan darah, memperbaiki kualitas tidur, dan mempercepat penyembuhan luka.
Hal ini menunjukkan bahwa syukur bukan hanya ajaran moral, tapi juga terapi medis yang ampuh.
Syukur juga menumbuhkan harapan. Harapan memberi kekuatan. Dalam kondisi apapun, ketika kita masih bisa bersyukur, berarti kita masih punya kendali.
Banyak penyakit yang sembuh bukan karena obat paling mahal, melainkan karena jiwa yang kuat dan hati yang tidak pernah putus asa.
Dalam beberapa kasus, penyakit bahkan bisa menghilang secara misterius sebuah kejadian yang sering kali dikaitkan dengan mukjizat, doa, dan sikap spiritual yang ikhlas.
Mari kita syukuri nikmat sehat sebelum sakit memaksa kita untuk berhenti sejenak dan menyadari betapa berharganya ia.
Jagalah tubuh dengan baik, isilah pikiran dengan hal-hal positif, dan peliharalah hati agar tetap damai.
Bila saat ini Anda sedang sehat, syukurilah. Bila sedang sakit, percayalah: dengan syukur, penyakit apa pun bisa sembuh bahkan hilang.
Derajat Syukur Lebih Tinggi dari Doa dan Taqwa, Ini Pendapat Gus Baha
Dalam khazanah keislaman, syukur seringkali dianggap sebagai bentuk pengakuan atas nikmat, sedangkan doa dan taqwa sebagai bagian dari upaya mendekatkan diri kepada Allah.
Namun, dalam beberapa ceramahnya, KH. Bahauddin Nursalim atau yang akrab disapa Gus Baha menyampaikan pemahaman yang menggugah: derajat syukur lebih tinggi dari doa dan taqwa.
Pernyataan ini bukan tanpa dasar.
Gus Baha menjelaskan bahwa syukur merupakan bentuk penghambaan yang menunjukkan kedewasaan spiritual seorang hamba. “Orang yang bersyukur itu tidak banyak menuntut.
Dia tidak terus-menerus minta ini-itu dalam doa. Tapi dia sadar, apa yang ada padanya saat ini adalah pemberian terbaik dari Allah,” ujar Gus Baha dalam satu pengajiannya.
Menurut beliau, doa memang sangat penting, karena menjadi sarana komunikasi antara hamba dan Tuhan.
Taqwa juga tak kalah penting, sebagai manifestasi kepatuhan dalam menjalankan perintah dan menjauhi larangan.
Bersambung halaman selanjutnya
Discussion about this post