PALU, Luwuktimes.id— Jarak emosional politik antara pemilihan presiden, pemilihan legislatif dan pemilihan kepala daerah serentak 2024 cukup dekat.
Terutama emosional kerjasama politik antar partai politik. Yaitu kerjasama politik mengusung calon presiden 14 Pebruari 2024 kemarin.
Kerjasama – kerjasama politik atau lazim disebut koalisi parpol di Pilpres lalu masih banyak manfaatnya. Salah satunya untuk merebut kekuasaan di daerah.
Melalui Pilkada serentak 27 Nopember mendatang. Walaupun, peta koalisi Pilpres tak selamanya cocok di daerah. Semua akan ditentukan sejauh mana kualitas komunikasi politik figur lokal meyakinkan partai politik agar mengusungnya.
Saya tidak akan membahas sisi itu. Yang sedang menarik dianalisis sisi koalisi nasional Pipres apakah masih sakti mandraguna bila politik lokal memungkinkan digunakan.
Salah satunya kerjasama politik antara PDI-P, Hanura, PPP dan Perindo. Koalisi ini di Pipres lalu urutan buncit meraup suara rakyat dengan mengusung Ganjar Mahfud MD.
Sebagian analis yakin, bahwa PDIP teruji dengan sikap. Termasuk berkoalisi dan kerjasama politik lainnya. Partai kader dan lahir dengan perjuangan idiologi dan demokratisasi. Pernah 10 tahun oposisi.
Di level politik lokal Pilkada apakah sentimen kerjasama politik dengan PDIP akan manjur? Pasti banyak kalkulasi. Representasi jumlah kursi. Dan paling akhir dan penting kekuatan atau energi politisi yang akan berkompetisi.
Di Sulawesi Tengah ada 14 event Pilkada. Pilkada gubernur dan 13 Pilkada kabupaten/kota. Betapa sibuknya politisinya mencari figur pemimpinnya.
Kantor – kantor partai politik kembali guyup. Ramai hilir mudik tokoh melamar menjadi calon pemimpin politik. Tidak kecuali Partai Persatuan Indonesia (Perindo).
Ketua DPP Partai Perindo bidang Idiologi dan kader, Ronny Tanusaputra di Palu mengaku wacana koalisi nasional Pilpres masih baik komunikasi.
Apakah dapat memiliki impact positif ke Pilkada, ia pun setuju.
‘’Bisa sepanjang kerjasama politik itu sudah sesuai dengan tujuan di Pilkada. Bisa juga dengan parpol lain tergantung figur lokal kemampuannya menambah kerjasama politik,’’ terang mantan Ketua Bappilu DPP Perindo diplomatis.
Soal koalisi nasional PDIP, Hanura, Perindo dan PPP dapat diimplematikan secara politis di Pilkada jawab Ronny kenapa tidak.
Toh kerjasama itu untuk syarat mengusung dan syarat keterpilihan Cakada.
‘’Bukan asal koalisi dibawa kesana kemari. Bukan begitu. Tetap dihitung. Calon gimana surveinya. Kalau siap ya pasti kita maksimalkan kerjasama politik yang sudah terbangun solid nasional digunakan di Pilkada. Begitu kira kira menterjemahkannya,’’ terang RT, sapaan akrabnya.
Khusus di Sulteng, standarisasi itu sangat memungkinkan lanjut Ronny.
Misalnya di Kota Palu. Perindo mendukung kader dan Ketua DPD Hanura Sulteng untuk kali kedua maju wali kota. Petahana.
‘’Kalau Donggala komunikasi kami di Jakarta kader Perindo. Di Parigi Moutong koalisi dengan PDIP. Nanti di Sigi demikian. Dan lainnya. Tetap akan dihitung untuk menanglah,’’ jawabnya lugas.
Lantas bagaimana dengan Pilgub Sulteng?
Perindo jauh – jauh hari sudah mendeklear petahana Rusdy Mastura.
Kata RT, siapa lagi yang sukses memimpin selang tiga tahun ini. Mengapa mesti mencari figur baru yang belum memiliki sukses story. Di politik berjudi dengan hitungan kalah kenapa dipaksakan?
‘’Perindo menghitung dengan harapan rakyat. Keinginan masyarakat masih Kak Cudy. Masih tinggi survei Kak Cudy. Tiga tahun sukses. Tiga bencana di masa memimpin tapi lolos kuat dan tangguh. Kita tidak mau coba-coba yang baru belum tentu sekaliber Kak Cudy,’’ tandasnya.
Apakah koalisi nasional bisa digunakan di Pilgub Sulteng?
‘’Doakan saja. Pertemuan soal ini sudah dilakukan di Palu dengan pimpinan PDIP dan di Jakarta kami juga sudah bertemu. Kak Cudy sudah ketemu (pimpinan partai koalisi.red). Dengan Pak Surya. Karena figur Kak Cudy kuat partai mana yang tidak merapat? Semua mau menang calonnya. Serius kerjanya teruji dan diakui nasional. Kita lihat saja kejutan kejutan mingu minggu ini,’’ tutupnya sambil tertawa. *
Discussion about this post