LUWUK TIMUR— Penolakan investasi pertambangan di Desa Bantayan Kecamatan Luwuk Timur Kabupaten Banggai, berbuntut panjang. Warga yang melakukan aksi pemalangan terhadap aktivitas PT. Penta Dharma Karsa, harus berurusan dengan hukum. Bahkan ada diantara warga telah ditetapkan sebagai tersangka atas tuduhan menghalangi kegiatan pertambangan.
Warga tentu punya alasan, sehingga harus menolak keberadaan investasi tersebut. Dan alasan itu disampaikan Wakil Ketua BPD Bantayan Ruslan Dandu, dalam keterangannya, Rabu 8 Januari 2024.
Secara rinci ia menjelaskan, pemalangan lokasi pertambangan PT Penta Dharma Karsa terjadi pada 16 Mei 2024.
Diawali dengan informasi warga Desa Bantayan Asran Manasai yang memiliki kebun dataran bintang. Dia melihat ada kegiatan pembongkaran area hutan di wilayah Desa Bantayan oleh PT Penta Dharma Karsa.
Asran melaporkan kegiatan itu kepada pemerintah Desa Bantayan yakni Kepala Desa dan BPD.
Menindaklanjuti laporan itu, Kades dan BPD Bantayan menggelar rapat internal. Yang selanjutnya menyampaikan hasil rapat itu kepada Camat Luwuk Timur.
Selanjutnya sambung Ruslan, Camat Luwuk Timur memerintahkan kepada Kades untuk meninjau lokasi, dengan menggunakan alat JPS.
“Setelah mengambil titik koordinat dengan menggunakan JPS, ternyata benar bahwa area yang dirambah perusahaan masuk dalam wilayah Kecamatan Luwuk Timur,” kata Ruslan.
Selain itu, Kades dan BPD bersama warga juga meninjau lokasi. Juga benar kata Ruslan, titik dimaksud adalah wilayah Desa Bantayan.
Itu artinya, PT Penta Dharma Karsa operasinya telah masuk di wilayah Desa Bantayan. Dasar itulah sehingga terjadi aksi pemalangan warga yang pertama.
Pertemuan di Kantor Camat
Sementara itu, Abidin Minggu warga Desa Bantaya juga menginformasikan, tanggal 22 Mei 2024 pernah dilaksanakan pertemuan di kantor Camat.
Dalam rapat itu dihadiri sejumlah pihak terkait. Yakni perwakilan perusahaan, Camat Luwuk Timur, Kapolsek Luwuk, Babinsa, Bhabinkamtibmas, Kades Boitan, Kades Bukit Mulya, Kades Molino, Kades Baya, kades Bantayan dan BPD setiap desa, termasuk warga.
Topik yang dibahas terkait masuknya tambang nikel oleh PT. Penta Dharma Karsa di Kecamatan Luwuk Timur, yang merupakan lahan perkebunan warga Desa Bantayan.
Camat Luwuk Timur Adnan Buyung Lasantu, saat itu secara tegas mengatakan agar perusahaan untuk sementara menghentikan dulu aktivitas penambangan, sambil menunggu penegasan tapal batas yang ditetapkan Bagian Tapem.
Saran itu mendapat respon Humas PT Penta Dharma Karsa, Ronal Pakaya. Ia mengaku akan menyampaikannya kepada pimpinan perusahaan di Jakarta.
Meski belum ada keputusan final, namun perusahaan terus melakukan aktivitas pertambangan.
Parahnya lagi, perusahaan memperluas lahan tambang nikel serta penambahan alat berat 50 sampai 60 unit untuk membongkar lahan baru.
Akhirnya masyarakat marah dan memalang kembali pada tanggal 27 Juli 2024 sekitar pukul 11.00 wita.
Ia melanjutkan, sekitar pukul 14.00 wita, bersama rekan-rekan yang berjumlah 30-an orang memutuskan pulang, dengan jarak tempuh dari lokasi tambang ke jalan lintasan tempat berdinya plekmen sekitaran 15 km.
Setibanya di jalan lintas perusahaan ia bersama rekan-rekannya menunggu dari pihak perusahaan, dengan harapan pihak perusahaan mengundang perwakilan warga untuk lakukan mediasi. Namun hal itu tidak terjadi.
Pukul 17.00 wita, ia bersama rekan-rekannya memutuskan untuk pulang ke Desa Bantayan.
Sedang sisanya yang berjumlah 7 orang memilih ke Desa Siuna. Dan nanti pada pukul 20.00 wita, ke 7 warga akhirnya memutuskan pulang ke Bantayan.
Sesampai di jalan lintas perusahaan, ternyata sudah ada plekmen. Begitu juga telah banyak kendaraan yang siap kerja lembur malam. Bahkan palang pun sudah dibuka oleh anggota polisi berpakaian sipil.
Tidak Anarkis
Abidin mengaku, tidak ada aksi anarkis pada pemalangan itu. Terlebih lagi pengancaman, sebagaimana dituduhkan pihak perusahaan.
“Kami memang membawa parang. Karena lahan kebun kami tidak jauh dari tempat penambangan. Dan kami orang pekebun semuanya. Kami juga kalau ke lokasi tambang lewat jalan pintas melalui Desa Molino. Dan kami masuk hutan untuk mencapai ke lokasi tambang,” ucapnya.
Selanjutnya masih dengan penjelasan Abidin, datang polisi dengan menggunakan 2 mobil avanza, yang berjumlah 7 orang.
Kami menghampiri polisi dengan niatan untuk jabat tangan. Tapi malah disambut dengan tembakan ke udara.
“Saya langsung digiring oleh dua orang polisi berpakaian preman masuk ke mobil. Bahkan sambil menodongkan pistol kiri dan kanan. Dan Asran Manasai di mobil yang satunya. Target polisi atas laporan perusahaan adalah kami 3 orang, yang satunya Anarianto Ince Dahlan. Karena kami dianggap memprovokasi warga untuk melakukan aksi pemalangan,” ucapnya.
Abidin melanjutkan, ia bersama dua rekannya telah mengajukan permohonan maaf kepada perusahaan, melalui Kepala Humas PT Penta Darma Karsa, Ronal Pakaya. Dan pihak perusahaan sudah memaafkannya.
Perusahaan kata Abidin tidak konsisten. Pasalnya, perusahaan berdali hanya memberikan efek jerah kepada dia dan dua rekannya, terkait aksi pemalangan itu.
Akan tetapi yang terjadi, perusahaan masih memperpanjang persoalan ini, hingga ada penetapan tersangka.
“Kalau hanya untuk memberikan efek jerah kepada kami bertiga, kenapa harus diperpanjang kasusnya, sampai kami dijadikan tersangka. Padahal kami kooperatif dan selalu datang ke Polres untuk wajib lapor,” ucapnya.
Ia juga menambahkan, setiap ingin bertemu dengan perusahaan, warga hanya bisa menunggu di pos penjagaan. Bahkan hanya berbicara dengan Humas PT Penta di pinggiran jalan.
“Setiap kami mau bertemu dengan perusahaan, kami selalu disuruh tunggu di pos penjagaan. Dan kami diajak bicara oleh humas PT Penta di pingiran jalan yang penuh dengan rumput-rumput. Ini bukti perusahaan tidak punya etikat baik terhadap warga,” keluh dia. * yan
Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News dan saluran WhatsApp Channel
Discussion about this post