Jangan menghapus persaudaraan hanya karena sebuah kesalahan. Tapi hapuslah kesalahan demi utuhnya persaudaraan kita.
Jika kuku kita panjang, maka yang dipotong itu adalah kukunya bukan jarinya. Begitu juga sebaliknya, jika kita punya masalah dengan saudara kita, maka masalahnya yang dibuang bukan saudaranya.
Ingat, segemuk-gemuknya ikan, pasti ada tulangnya. Dan sekurus-kurusnya ikan, pasti ada dagingnya. Begitu pula sebaliknya, seseorang patis ada keburukannya dan seburuk-buruknya seseorang pasti ada kebaikannya.
Itulah sebabnya, ketika jamaah haji berada di tanah suci Mekkah, rasa persaudaraan dan kekeluargaan begitu akrab di tengah-tengah jamaah. Ini merupakan simbol seakan-akan mengetuk hati kita agar kelak ketika kembali ke tanah air kebersamaan dan persaudaraan itu tetap dipelihara.
Allahu akbar 3 X walillahil hamdh
Hari raya Idul Adha dinamakan juga hari Idul Qurban yang membawa didikan kepada ummat tauhid, betapa pentingnya arti pengorbanan yang menjadi karakter kaum muslimin.
Dan hal itu sudah dicontohkan oleh Nabi Ibrahim AS. Ketika ia menyembelih anaknya Ismail yang kemudian Allah ganti dengan seekor kibas.
Dr. Ali Syariati dalam bukunya “Al-Hajj” mengatakan, bahwa Isma’il adalah sekedar simbol. Simbol dari segala yang kita miliki dan cintai dalam hidup ini. Kalau Isma’ilnya nabi Ibrahim adalah putranya sendiri, lantas siapakah Isma’il kita?
Bisa jadi diri kita sendiri, keluarga kita, anak dan istri kita. Ismail itu bisa juga berarti harta, pangkat dan jabatan kita. Yang jelas seluruh yang kita miliki bisa menjadi Isma’il kita yang karenanya akan diuji dengan itu.
Oleh karena itu dijaman sekarang ini nilai hakiki peristiwa qurban nabi Ibrahim harus kita ambil hikmanya dan ini yang sering terlupakan oleh kita.
Karena kita belum mencapai hakekat pengorbanan yang sesungguhnya yakni Muqarrabin yaitu orang yang dekat dengan Allah swt.
Nabi Ibrahim sudah memberikan contoh bagaimana berqurban yang baik. Ketika nabi Ibrahim menyembeli binatang pengganti anaknya, dagingnya itu dibagi-bagikan kepada fakir miskin.
Tindakan ini mengandung makna pemerataan. Pemerataan ini sangat kita butuhkan untuk mengobati luka-luka sosial berupa kesenjangan ekonomi yang kadang-kadang menjadi faktor munculnya tindakan-tindakan makar.
Di dalam hadis qudsi Allah berfirman, ”Dekatilah Aku ditengah-tengah orang-orang kecil diantara kamu, temui Aku di tengah-tengah orang yang menderita”.
Itulah pelajaran lain yang diingatkan oleh nabi ibrahim as. Kepada kita melalui kisah hidupnya yang panjang. Kemuliaan yang beliau raih disisi Allah adalah buah manis dari kesabaranya menghadapi setiap ujian yang diberikan oleh Tuhannya.
Dalam ibadah haji peran nabi Ibrahim tidak bisa dilepaskan. Tercatat bahwa syariat ibadah ini sesungguhnya berawal dari panggilan nabi Ibrahim yang diperintahkan oleh Allah SWT.
Dalam surah Alhajj ayat 27 Allah berfirman :
Artinya: Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh.
Ibadah haji harus diawali dengan kesiapan seseorang untuk menanggalkan seluruh atribut dan tampilan luar yang mencerminkan kedudukan dan status sosialnya dengan hanya mengenakan Dua helai Kain Ihram, yang mencerminkan sikap tawaddu’ dan kesamaan antar seluruh manusia bahwa tidak ada perbedaan antara atasan dan bawahan, tidak ada perbedaan antara orang kaya dan orang miskin, tidak ada perbedaan antara majikan dan pembantu, semua sama yang membedakanya adalah ketaqwaanya dihadapan Allah.
Discussion about this post