Sa’i yang secara harfiah berarti berusaha dengan sungguh-sungguh sebagai simbol semangat untuk mencari air kehidupan. Dimana Hajar ibunda Ismail berlari-lari antara bukit Shafa’ dan Marwah untuk mencari air kehidupan buat anaknya Ismail.
Tetapi ia tidak mendapatkan air di tempat itu, justru air itu muncul di kaki anaknya Ismail. Hal ini mengisyaratkan bahwa kita manusia harus berusaha tapi hasilnya kita kembalikan kepada Allah.
Sisinilah kita harus memahami bahwa sehebat apapun usaha yang kita lakukan, tidak akan melampaui jatah rezeki kita. Karena Allah SWT sudah mengaturnya dan membaginya, tugas kita berusaha dan berdoa.
Begitu juga dengan pelaksanaan ibadah wukuf di Arafah dengan penuh kekhusyu’an dan ketundukkan seseorang akan larut dalam dzikir, munajat dan taqarrub kepada Allah, sehingga ia akan lebih siap menjalankan seluruh perintah Allah setelah itu.
“katakanlah: “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku hanya untuk Allah, Tuhan seru sekalian alam”. (Al-An’am: 162)
Ibadah kurban yang kita laksanakan sekarang ini, mencerminkan pesan Islam. Kita hanya dapat dekat dengan Allah, bila kita mendekati saudara-saudara kita yang berkekurangan.
Bila kita memiliki kenikmatan kita disuruh berbagi kenikmatan itu dengan orang lain. Bila puasa mengajak kita merasakan lapar seperti orang-orang miskin, maka ibadah kurban mengajak mereka untuk merasakan kenyang seperti kita.
Dalam sebuah riwayat Al-Qalyuby dalam bukungan “Membuka Pintu Langit” menukilkan, ada seorang hamba Allah bernama Abdullah Bin Mubarak yang akan berangkat menunaikan ibadah.
Dalam perjalanan iya berhenti sejenak untuk mengistirahatkan ontanya. Tiba-tiba ia melihat seorang wanita tua yang sedang mencabut bulu itik yang sudah menjadi bangkai.
Dia heran karena bangkai diharamkan dalam islam. Abdullah lalu menegur wanita tua itu, kenapa engkau akan memasak bangkai itik itu, padahal Rasulullah melarang ummat Islam memakan bangkai. Wanita tua itu marah dan meminta supaya Abdullah pergi.
Tentunya Abdullah Bin Mubarak bertambah heran. Abdullah tidak beranjak dari tempatnya, bahkan terus bertanya.
Akhirnya dengan roman muka dan tutur kata penuh kesedihan perempuan itu membuka rahasianya. Aku melakukan ini karena kemiskinan. Anak-anak saya di rumah telah yatim sudah tiga hari tidak makan. Aku terpaksa memasak bangkai ini demi menyambung hidup keluargaku,
Menghadapi kenyataan ini, akhirnya Abdullah Bin Mubarak dengan ikhlas menyerahkan seluruh perbekalan untuk perjalanan hajinya kepada perempuan tersebut.
Akibatnya Abdullah Bin Mubarak terpaksa membatalkan kepergiannya ke tanah suci Mekkah dan kembali ke kampung halamanya dan berniat tahun berikutnya baru ia berangkat menunaikan ibadah hajinya.
Namun sangatlah mengherankan bahwa para jamaah haji yang telah pulang ke negerinya, datang kepada beliau untuk menyampaikan ucapan selamat karena Abdullah Bin Mubarak yang telah menunaikan ibadah haji. Dan mereka menceritakan berbagai pengalaman bertemu dengan beliau ketika di tanah suci.
Discussion about this post