Oleh: Muhadam Labolo
MINGGU, 12 Januari 2025, gubernur terpilih Dr. Anwar Hafid menginisiasi jalan santai bersama Alumni Pendidikan Pamong se Sulawesi Tengah di Palu. Ia Pamong senior mantan Bupati Morowali dan anggota DPR RI. Alumni APDN, IIP, STPDN dan IIP diundang hadir. Acaranya meriah, disambut Gubernur Sulteng Rusdi Mastura.
Moment kali ini menarik, sebab sudah jarang alumni sekolah pamong kumpul berbarengan. Biasanya kumpul per angkatan, atau berdasarkan almamaternya masing-masing. Dari yang paling senior; APDN, IIP, STPDN, hingga IPDN. Semua di ajak kumpul di Lapangan Votulemo, depan Kantor Walikota Palu.
Kota Palu sudah ramai. Beda dengan 10 tahun lalu. Pusat keramaian dan ekonomi tumbuh dimana-mana. Subur pasca tsunami. Semua berbenah dan bergerak mengejar ketertinggalan dengan kota-kota lain sebagai Kota Global (city for all). Palu terasa hidup dan mengejar keramaian Kota Medan, Bandung dan Makassar.
Saya pernah ke Banda Aceh. Kota itu berbenah cepat pasca di sapu tzunami. Ekonomi subur mulai Subuh hingga malam hari. Banyak kafe bisa di pilih, bahkan tak jauh dari pantai tempat musibah. Generasinya seakan melupakan, dan belajar menghadapi masa depan yang lebih baik. Mereka Generasi Milenial yang cuek dengan sekitarnya.
Lapangan sederhana di depan Kantor Walikota Palu di sulap jadi pusat keramaian. Dirangsang ekonomi yang berputar saban senggang mencapai 400-500 jt. Kata Kepala Bappeda Kota Palu dengan penuh optimisme. Arfan, Pamong, Purna Angkatan 03. Ia tentu penanggungjawab utama perencanaan kota. Tak lupa dilengkapi musholla cantik di pinggir lapangan.
Lapangan itu mungkin hanya salah satu dari pusat keramaian. Pak Wali punya visi untuk mengubah wajah Kota Palu sama seperti kota-kota maju lainnya. Di luar itu Ia menata trotoar agar lebih manusiawi bagi pejalan kaki. Jalan diperlebar kanan kiri. Dihias bongkahan batu bulat berjejer kokoh, tak kalah dengan trotoar Kota Bandung.
Sepuluh tahun lalu lapangan kecil itu mungkin sama dengan kisah Jembatan Ancol, tempat jin buang anak. Sepi, gelap, berdebu, tertutup pohon, serta tak layak di sebut taman. Kini, warga bisa menikmati hingga pagi dengan temaram lampu, kafe, dan hiburan lokal yang hampir tak pernah tidur. Saya kagum setelah lama tak perhatikan.
Kali ini lapangan dipenuhi Drumband Gita Abdi Praja IPDN Makassar. Suaranya menarik anak muda hingga berkerumun. Sejak kemaren sore lapangan itu sesak oleh masyarakat pencari hiburan. Disisi lain kelas menengah memenuhi kafe, restoran, dan warung disepanjang jalan Hotel Best Western. Macet.
Saya tak sangka Palu bisa semacet itu. Resto dan kafe lokal-asing bersaing menarik pelanggan. Padahal siangnya bisa lengang, seperti menyepi dari sengatan mentari panas. Palu benar-benar berubah lebih rapi, dinamis dan menyala. Anda bahkan tak akan kesulitan menemukan Ramen Korea dan Jepang.
Bersambung ke halaman sebelah
Discussion about this post