IKLAN

Kolom Muhadam

Menata Ulang Relasi Pusat dan Daerah

469
×

Menata Ulang Relasi Pusat dan Daerah

Sebarkan artikel ini

Hubungan kewenangan sebenarnya telah di atur lewat rezim pemerintahan daerah. Malangnya, kewenangan tersebut seringkali diganggu dengan alasan kepentingan strategis nasional. Eksesnya, kewenangan daerah menyusut akibat resentralisasi. Penyusutan itu tampak diberbagai urusan seperti sumber daya mineral dan pertambangan. Undang-undang cipta kerja dan pertambangan umpamanya. Ironisnya, pembonsaian kewenangan kurang diimbangi alokasi dan distribusi sumber daya yang seimbang. Tak eloknya, daerah dipaksa mengemis kendati darisanalah risorsis sumber daya itu bermula.

Akibatnya, daerah tak hanya kembali bergantung sepenuhnya pada isi perut pemerintah, juga terkesan dihisap sebagaimana praktek orde baru. Otonomi sesungguhnya pemberian diskresi yang luas dan bertanggungjawab guna mengatur dan mengurus rumah tangganya masing-masing. Gejala resentralisasi selain tak memperlihatkan konsistensi, juga meninggalkan problem kegagalan mengatur dan mengurus daerah. Tak ketinggalan menyisakan hutang-piutang akibat beban mekanisme demokrasi lokal yang sedari awal padat modal.

Rasanya penting mengurangi keretakan relasi pusat dan daerah dari dua isu utama di atas. Pada aspek politik dalam negeri, pemerintah perlu menata ulang alokasi pejabat karier setingkat sekda sesuai kebutuhan lokal. Di tingkat kabupaten/kota misalnya, nominasi sekda patut menjadi pilihan utama, kecuali berhalangan tetap. Dan itu cukup menjadi kewenangan gubernur. Sementara di tingkat provinsi sebagai daerah otonom sekaligus wilayah dekonsentrasi, alokasi pejabat sekda menjadi wewenang gubernur dan pemerintah. Disini perlu ditata prosedur yang jelas agar tak saling menolak hingga merugikan sekda terpilih. Bila mungkin, cukup calon tunggal yang diajukan sebagaimana birokrat militer dan kepolisian.

Sementara mekanisme dropping sebaiknya ditata kembali sesuai amanah pasal 18 ayat (4) UUD ’45. Selain daerah asimetrik, pilihan mekanismenya hanya dua, dipilih langsung atau oleh DPRD. Pola dropping selain menyalahi logika daerah otonom dimana kepala dan anggota dewannya dipilih, juga memperlihatkan bagaimana pengaturan penjabat di daerah terjebak dalam semangat UU 5/74 dimana semua sub entitas pemerintahan secara vertikal diasumsikan sebagai wilayah dekonsentrasi.

Baca:  Mengontrol Calon Independen

Terakhir, kesenjangan fiskal akibat perbedaan sumber daya sebenarnya telah di atur pula lewat rezim hubungan keuangan pusat dan daerah (UU No.1/2022). Secara teknis, tambahan alokasi Dana Bagi Hasil (DBH) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) dapat menjadi strategi prioritas guna mengurangi ketidakseimbangan fiskal (fiscal imbalance). Dengan begitu, problem ketimpangan alokasi sumber daya dapat di tekan sejauh mungkin. Disini, fungsi formula tak hanya menciptakan stabilisasi, juga menyentuh esensi penting dari politik anggaran itu sendiri, yakni memenuhi harapan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. *

error: Content is protected !!