Menurut mereka, kebutuhan angkutan kota dan motor ojek sudah cukup terpenuhi di Kota Luwuk.
Karena jumlahnya mencukupi kebutuhan pelayanan, maka tidak perlu ada angkutan lain yang beroperasi di Luwuk.
Berbeda kasusnya, apabila mobil atau motor angkutan tidak mencukupi pelayanan di Luwuk, maka bolehlah angkutan online beroperasi di Luwuk.
Malah, mereka menilai, ketika pemerintah daerah mengizinkan angkutan online di daerah ini, maka sama halnya dengan membenturkan antara pengemudi dan penarik ojek yang telah ada sekarang.
Salah seorang pengemudi mengaku, kondisi yang mereka alami makin sulit. Pemilik armada memberikan target tagihan harian di kisaran Rp80 ribu hingga Rp100 ribu.
“Tidak ada lagi setoran harian Rp50 ribu pak. Ini saja so susah sekali,” aku pengemui angkota sesaat setelah rapat internal itu berakhir.
Di kesempatan rapat itu, disepakati, mereka akan menggelar aksi di Dinas Perhubungan Banggai, pukul 10.00 Wita. Evaluasi yang mereka hasilkan di rapat itu akan menjadi materi untuk disampaikan ke Dishub Banggai, seperti menolak Maxim, Grab dan Ojol.
Sekwan Banggai
Sekretaris Dewan (Sekwan) Banggai, Fery Sujarman mengaku tak ada satu pun anggota dewan berkantor. Sebab, tak ada agenda apa pun. “Tidak ada agenda hari ini,” kata Fery.
Untuk agenda bulan ini kata Fery, hanya ada satu. Yakni, pembahasan APBD Banggai tahun anggaran 2024 setelah Pemprov Sulteng mengevaluasi APBD Banggai yang telah disahkan di akhir November 2023.
Fery juga menjelaskan bahwa para pengemudi telah menyurati dewan. “Ada surat undangan resmi ke dewan.
Surat ini akan didisposisi ketua (baca: Ketua DPRD Banggai), lalu diteruskan ke Komisi II untuk kepentingan pembahasan sesuai aduan pengemudi,” ungkap Fery Sujarman. *
Discussion about this post