IKLAN

Opini

Menyeragamkan Soal UAS Bukan Tolok Ukur Peningkatan Kualitas Peserta Didik

687
×

Menyeragamkan Soal UAS Bukan Tolok Ukur Peningkatan Kualitas Peserta Didik

Sebarkan artikel ini

Oleh: Karmila P. Lamadang

SAAT ini Dinas Kabupaten Banggai merubah kebijakan terkait pelaksanaan Ujian Akhir Sekolah (UAS). Yang dulunya penyelenggaraan ujian diserahkan sepenuhnya kepada sekolah masing-masing sekarang diambil alih oleh dinas dengan dalih Asesement dan keseragaman maka tentunya hal ini tidak berdasar.

Sebab asessment adalah upaya untuk mendapatkan data/informasi dari proses pembelajaran untuk mengetahui keberhasil proses pembelajaran yang telah dilakukan.

Asessment memiliki 3 fungsi yakni asesmen sebagai proses pembelajaran (Assessment as learning), asesmen untuk proses pembelajaran (assessment for learning), dan asesment pada akhir pembelajaran (assessment of learning).

Dari sini jelas bahwa melakukan asessmen adalah guru atau pengajar yang telah melakukan proses pembelajaran. Sebab, tolok ukur keberhasilan dilihat dari kemampuan peserta didik dalam menjawab soal.

Baca:  Pencegahan Korupsi oleh Inspektorat Daerah Kabupaten/Kota dalam Perspektif PP 72/2019

Tentunya dalam proses pembelajaran setiap sekolah memiliki target yang berbeda, dan juga kemampuan yang berbeda.

Misalnya sekolah A karena proses penerimaan siswa lambat atau belum memenuhi standar maka pembelajarannya dilakukan berulang-ulang sampai memastikan peserta didiknya bisa mencapai standar Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).

Sedangkan di sekolah B dengan fasilitas yang baik dan juga guru yang kreatif maka peserta didiknya sangat cepat dalam menyerap pembelajaran sehingga memudahkan guru untuk berpindah ke pembahasan selanjutnya.

Dari kasus ini, yang memahami kemampuan peserta didik adalah gurunya sendiri, maka yang bertanggungjawab memberikan evaluasi atau membuat soal adalah gurunya sendiri bukan orang lain.

Jika soal dibuat secara kolektif dengan melibatkan guru yang berbeda maka tentunya apa yang menjadi tujuan assesment tidak akan tercapai.

Baca:  Kasus Tawuran Antar Sekolah di Luwuk sudah Ditangani Polisi

Jika saat ini Ujian Nasional dihapuskan dan diganti dengan Ujian Sekolah untuk kelas enam (6) dan soal diserahkan ke masing-masing sekolah.

Kenapa ujian Semester harus diseragamkan dan digandakan oleh dinas pula. Bukankah dengan konsep seperti ini justru akan merepotkan sekolah yang harus bolak-balik ngambil soal?

Dalam soal yang di buat oleh Kelompok Kerja Guru sudah dilengkapi dengan kunci jawaban.

Pertanyaannya apakah yakin kunci jawaban itu tidak akan bocor kepeserta didik?

Setiap sekolah pasti akan mempertahankan kualitas sekolahnya.

Jika peserta didiknya tidak mampu menjawab soal sebab belum diajarkan oleh guru, maka besar kemungkinan akan ada tindakan kecurangan. Harusnya ini menjadi pertimbangan bagi Dinas. *

Penulis adalah Dosen Universitas Muhammadiyah Luwuk/Mahasiswa Doktor Universitas Pendidikan Indonesia

error: Content is protected !!