Advertisement
Opini

Pinjol untuk Pendidikan, Negara Kok Tega?

561
×

Pinjol untuk Pendidikan, Negara Kok Tega?

Sebarkan artikel ini
Indra Wati Pakaya

Oleh: Indra Wati Pakaya

HIDUP MAHASISWA !!, kata yang kerap kita dengar ketika mereka menuntut keadilan pada penguasa. Namun sayang seribu sayang kata tersebut hanya menjadi perjuangan tersendiri tanpa dukungan dari negara.

Mahasiswa bukan di hidupkan tapi di matikan oleh negara dengan membebani pembayaran yang terus di upgrade kenaikannya bahkan penguasa memberikan solusi konyol pembayaran melalui pinjol. Bukti negara benar-benar abai terhadap kesejahteraan rakyat !!

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy mendukung wacana student loan atau pinjaman online (pinjol) kepada mahasiswa untuk membayar uang kuliah.

Ia menilai adopsi sistem pinjaman online (pinjol) melalui perusahaan P2P lending di lingkungan akademik adalah bentuk inovasi teknologi.

Menurut dia, inovasi teknologi dalam pembiayaan kuliah melalui pinjol sebenarnya menjadi peluang bagus namun sering kali disalahgunakan. Hal itu diungkap merespons dorongan DPR RI kepada Kemendikbudristek RI menggaet BUMN perihal pemberian bantuan dana biaya kuliah untuk membantu mahasiwa meringankan pembayaran.(cnnindonesia.com)

“Pinjol ini memang sudah mengandung arti kesannya negatif. Tetapi, kan ini sebuah inovasi teknologi. Akibat dari kita mengadopsi teknologi digital terutama, dan ini sebetulnya kan peluang bagus asal tidak disalahgunakan dan tidak digunakan untuk tujuan pendidikan yang tidak baik,” ungkap Muhadjir dalam konferensi pers di Kantor Kemenko PMK, Jakarta, Rabu (3/7/2024).

Ia juga mengatakan bahwa pinjol merupakan tujuan yang baik dan bisa menjadi alternatif untuk membantu mahasiswa yang mengalami kesulitan pembiayaan. (tirto.id)

Baca:  Pemilu Damai dan Cerdas: Fondasi Demokrasi Berkualitas

Ini adalah kalimat konyol yang seharusnya tidak keluar dari mulut seorang pejabat negara. Alih-alih mencerdaskan anak bangsa, hal ini justru menghantarkan kerusakan dan merusak anak bangsa karena berpotensi terjerat pinjol.

Sikap pejabat yang demikian menunjukan rusaknya paradigma kepemimpinan dalam sistem sekuler kapitalisme.

Mendukung pinjol untuk solusi pendidikan justru memperlihatkan bagaimana negara lebih memihak kepada pengusaha pinjol ketimbang melindungi rakyatnya.

Bunga pinjol yang begitu tinggi dan prosedur penagihan yang tidak etis, hanya akan menambah beban mahasiswa dan keluarga mereka.

Menenggelamkan rakyat dalam jeritan ribawi merupakan bentuk kejahatan nyata oleh pemerintah sekaligus menunjukan lepasnya tanggung jawab negara dalam mencapai tujuan pendidikan yang adil dan merata.

Padahal mencerdaskan bangsa merupakan cita-cita yang diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945. Sehingga seharusnya akses pendidikan menyebar merata dan dapat diakses dengan mudah oleh seluruh rakyat.

Maraknya pinjol yang terjadi dikalangan mahasiswa juga menunjukan kondisi masyarakat yang pragmatis akibat kemiskinan yang melanda dan gagalnya negara dalam mensejahterakan rakyat.

Solusi pragmatis seperti pinjol tampak sebagai satu-satunya jalan keluar bagi banyak keluarga ketika menghadapi biaya kuliah yang semakin mahal dan tidak terjangkau. Solusi seperti ini hanya bersifat sementara dan merugikan rakyat.

Hal ini tidak akan menyelesaikan akar masalah justru menambah beban masalah. Kemiskinan dan ketidakadilan dalam akses pendidikanpun akan terus meningkat.

Baca:  63 Tahun Kabupaten Banggai, Optimisme ATFM Membuka Keran PI 10 Persen

Seharusnya negara fokus pada upaya peningkatan anggaran pendidikan, menyediakan beasiswa, dan mencari solusi jangka panjang yang berkelanjutan untuk memastikan setiap warga negara dapat mengakses pendidikan dengan layak.

Namun seperti inilah wajah asli kapitalisme, dimana penguasa dan pengusaha bekerja sama untuk memeras rakyat tanpa memperdulikan penderitaan rakyat.

Sistem ini rusak dan merusak sebab jabatan tidak dipandang sebagai amanah, tetapi ajang untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya. Tidak peduli halal-haram karena materi diatas segalanya, No money no service. Berhitung untung rugi dalam mengurusi rakyat.

Hal ini sangat berbeda jauh dengan Islam. Islam menjadikan negara sebagai pihak yang bertanggung jawab atas rakyat dalam semua bidang kehidupan, termasuk mewujudkan kesejahteraan dan komitmen dalam mewujudkan tujuan pendidikan.

Negara harus memastikan bahwa pendidikan tersedia dan terjangkau bagi semua warganya tanpa menambah beban finansial yang berat, karena pendidikan adalah kebutuhan dasar yang harus dipenuhi oleh setiap individu.

Negara juga menyediakan fasilitas pendidikan yang memadai. Semua diberikan kepada masyarakat secara gratis. Di dalam islam pendidikan tidak akan dijadikan lahan bisnis oleh penguasa.

Islam juga menetapkan pejabat adalah teladan umat, pemimpin umat yang senantiasa taat syariat, dan memastikan pemanfaatan teknologi digunakan untuk hal-hal yang positif sesuai dengan tuntunan syariat. Wallahu’alam bishshawab. *

Penulis adalah Aktivis Dakwah