Tampaknya belum ada tanda-tanda baik dari APBN kita untuk melirik program kerja bidang kearsipan.
Slogan arsip sebagai memori kolektif dan jati diri bangsa hanya manis dibibir, terdengar indah dan mengesankan tetapi jauh dari kenyataan dalam pelaksanaan.
Gundukan sampah-sampah, dokumen arsip yang tersimpan dalam gudang-gudang di gedung pemerintahan banyak yang terbengkalai tanpa di kelola dengan baik.
Sistem pengelolaan arsip yang lemah dan tak bersemangat hampir di semua kementerian, lembaga apalagi pemerintahan daerah menunjukkan bahwa
Kearsipan belum menjadi hal yang prioritas dan strategis. Dari hasil penilaian pengawasan kearsipan Tahun 2023, memperlihatkan hanya 10–20 persen kementerian yang sungguh-sungguh telah melaksanakan Penyelenggaraan kearsipan yang efektif dan efisien.
Dilingkungan Pemerintahan Daerah, sebagian besar Pemda, baik provinsi dan kabupaten/kota memiliki nilai buruk dalam penyelenggaraan kearsipan.
Kementerian Dalam Negeri baru saja memasuki penilaian terbaik dari anri, yang sebelumnya berada di urutan 26 dari semua kementerian dan lembaga, tetapi saat ini sudah berada di urutan 16 dari semua kementerian dan lembaga dengan nilai sangat memuaskan (AA).
Sistem Pengelolaan Arsip dinamis dan arsip statis di semua lembaga dan kementerian belum ditunjang oleh anggaran yang memadai dan cukup. Bahkan dari semua sektor, pembiayaan pengelolaan arsip paling sedikit dan sangat rendah.
Hal ini menjadi penyebab system tidak berjalan sebagaimana yang di amanatkan UU 43Tahun 2009 tentang Kearsipan dan semua turunannya.
SDM dan Anggaran
Salah satu permasalahan yang dihadapi oleh unit-unit kerja kearsipan di semua Lembaga, Kementerian dan Pemerintahan Daerah adalah minim dan kurangnya anggaran yang disiapkan dalam APBN maupun APBD untuk menopang kerja-kerja Kearsipan: pengelolaan arsip dinamis, pengelolaan arsip statis, pembinaan kearsipan dan Sistem keamanan akses arsip dan seluruh unsur-unsur kearsipan sebagaimana diatur dalam UU 43 Tahun 2009 tentang kearsipan.
Tidak adanya politikal will pimpinan untuk menempatkan arsip sebagai prioritas dalam manajemen pemerintahan sehingga para arsiparis dan SDM kearsipan lainnya tidak dapat melakukan pekerjaan-pekerjaan inti.
Para arsiparis hanya mengerjakan surat masuk dan surat keluar, yang sebenarnya itu dapat di kerjakan oleh mesin-mesin komputer. Itulah yang di prediksi oleh Deputi system informasi dan pengembangan kearsipan anri Dr. Andi Kasman, SE, MM bahwa kedepan pekerjaan-pekerjaan arsiparis terampil akan diambil alih oleh kecerdasan mesin.
Implemenrasi Kebijakan
Hasil penelitian disertasi Melleng (2007) di Kota Tangerang dan hasil penelitian disertasi Jaenuri (2006) di Irian Jaya menunjukkan bahwa Implementasi Kebijakan dengan dimensi: komunikasi, sumber daya, disposisi dan struktur birokrasi berpengaruh sangat signifikan terhadap Penyelenggaraan Pemerintahan.
Variabel komunikasi merupakan faktor yang kurang dilirik dan diminati oleh para pelaku kebijakan kearsipan, dan sudah dapat dipastikan kegagalan komunikasi dalam Implementasi kebijakan Kearsipan telah memberikan kontribusi yang sangat nyata sehingga system dan SDM kearsipan berjalan di tempat.
Demikian pula variabel sumber daya yang kurang memadai khususnya sub variabel fasilitas, kewenangan, dan kemauan pimpinan yang rendah dan lemah sebagai penyebab system dan SDM tidak efektif dan efisien, banyak target-target kerja yang tidak terealisasi.
Banyak pimpinan unit kerja yang tidak perduli dengan pengelolaan arsip. Pada umumnya, mereka mau arsip yang baik, tetapi tidak mau menyiapkan anggaran untuk kearsipan.
Variabel disposisi atau sikap dan tindakan pimpinan telah menyumbang cukup besar bagi kegagalan penyelenggaraan kearsipan yang hampir dihadapi oleh semua unit satuan kerja Kearsipan. Sikap dan tindakan pimpinan organisasi menomor duakan arsip.
Kenyataan ini tidak dapat dibendung karena kebijakan pimpinan tertinggi disatuan organisasi menempatkan arsip sebagai sektor terbelakang yang bermuara pada system dan SDM kearsipan tidak efektif. Variabel terakhir dari implementasi kebijakan kearsipan adalah struktur birokrasi.
Dari pusat hingga daerah belum seirama dan sejalan dalam penerapan UU 43 Tahun 2009 tentang kearsipan.
Fenomena ini terlihat secara factual bahwa hanya sedikit sekali para menteri, gubernur, Bupati dan walikota yang sungguh-sungguh peduli terhadap masalah arsip.
Sebagian besar Menteri, gubernur, Bupati dan Walikota lebih mengerti dengan masalah Perpustakaan dari pada masalah arsip. *
Penulis adalah: Arsiparis Ahli Utama Kementerian Dalam Negeri & Ketua Harian PN AAI
Discussion about this post