Oleh karena mereka memiliki kewenangan dan kekuasaan dalam pengelolaan Anggaran, maka potensi untuk melakukan korupsi dan merampok APBN / APBD cukup tinggi.
Hal ini pun, bila kontrol pimpinan lemah terhadap pengelolaan anggaran, maka dapat dipastikan korupsi dan merampok uang rakyat dan uang negara ini kerap terjadi, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga pengawasan dan monitoring akan selalu terjadi korupsi.
Pejabat-pejabat struktural sangat rentan terhadap korupsi, karena tanggungjawab mereka sangat besar tidak diimbangi dengan kesejahteraan yang cukup.
(10). Penyakit Kram, yang merupakan singkatan dari kurang terampil.
Fenomena ini berimbas dari proses seleksi CPNS atau seleksi pejabat yang tidak mempertimbangkan Kompetensi dan keterampilan.
Banyak ASN-PNS yang diterima atau diangkat sebagai pejabat karena pertimbangan kedekatan.
Dalam istilah manajemen ASN, dikenal dengan akronim DUK (Daftar urut Kepangkatan), yang telah berubah menjadi Daftar urut Kedekatan (DUK).
Semakin dekat seorang ASN-PNS dengan pusat-pusat kekuasaan atau pengambil kebijakan, maka akan semakin besar peluang nya untuk mendapatkan jabatan.
Dan sebaliknya semakin rendah kedekatan seorang ASN-PNS dengan pengambil keputusan, maka akan semakin kecil kemungkinan untuk mendapatkan jabatan.
Sekalipun seorang ASN-PNS kurang terampil, tetapi bila ia dekat dengan Kepala Daerah maka kekurangan keterampilan itu akan ditutupi dengan kedekatannya.
(11). Penyakit Pucat, yang merupakan singkatan dari Pulang Cepat.
Kelompok ASN-PNS yang mengidap penyakit pucat ini adalah mereka yang berada di level staf.
Level staf ini sangat rentan pulang cepat karena tidak ada tanggungjawab jabatan atau tanggungjawab kerja.
Kelompok ini pun tidak pernah atau jarang berhadapan dengan aparat pemeriksa apalagi berhadapan dengan aparat penagak hukum.
Di level staf ini, terkesan semau gue, mau pulang jam berapa terserah, apalagi tenaga-tenaga honor lebih parah lagi.
Kelompok penyakit pucat ini karena mereka hanya mengandalkan pendapatan mereka hanya dari gaji tok, berbeda dengan ASN-PNS yang memiliki jabatan, kelompok ini bisa beta bekerja di kantor hingga lembur karena ada harapan mendapatkan tambahan pendapatan melebihi gaji.
(12). Penyakit Kutil, yang merupakan singkatan dari Kurang Teliti.
Fenomena ini sebagian besar melanda ASN-PNS Indonesia.
Kelemahan terbesar ASN-PNS Indonesia adalah kurang teliti, sangat berbeda jauh dengan ASN-PNS di Jepang, Korea dan sebagian besar Eropa, sehingga bisa dilihat dari data-data ASN-PNS Indonesia sangat kurang berminat untuk menjadi peneliti.
Padahal profesi peneliti cukup terhormat dengan pendapatan diatas rata-rata.
Kekurang telitian ASN-PNS Indonesia menyebabkan banyak dokumen-dokumen negara yang tidak terarsip secara baik bahkan hilang, karena ketidak telitian dalam penciptaan berkas hingga memberkaskan dokumen negara. *
Discussion about this post