“Laporan tersebut kami buat karena selama ini kami merasa diintervensi oleh TKSK,” tulisnya via pesan Wa.
Di ceritakannya, saat terjadi kekosongan pendamping BPNT/TKSK, pengadaan sembako dilaksanakan secara mandiri oleh para agen. Kondisi tersebut berubah, semenjak hadrinya VL.
Dengan membeli dari suplier yang ditunjuk VL, kata dia para agen merasa tidak memiliki kebebasan melakukan penawaran harga, sehingga terkesan penentuan harga ditentukan secara sepihak.
Dicontohkannya, dari yang biasanya mereka membeli telur dengan harga Rp 40.000/Kemasan, kini menjadi Rp. 50.000 dari suplaier yang di tunjuk VL, sehingga telur yang di jual ke KPM bisa berkisar hingga Rp 60.000.
Keharusan untuk terus membeli dari suplaier itu kata dia akhirnya di tolak setelah mereka mengetahui penjelasan langsung dari koordinator BPNT kabupaten bahwa tidak adanya dalam pedoman umum Bansos yang mengatur pengadaan sembako pada suplier tertentu.
“Sudah suplaier baru, tapi kami masih diarahkan beli disitu, hanya beras. Ayam dan telur tidak lagi,” ucapnya.
Coba dikonfirmasi oleh Luwuk Times, VL mengaku dirinya telah mengklarifikasi terhadap Koordinator Wilayah (Korwil) Sulawesi Tengah dan Kemensos atas laporan yang dibuat para agen e-Warong.
Dia juga menyentil, bahwa sebaliknya para agen e-Warong yang melakukan pelanggaran, “Mereka juga pendamping PKH, tidak boleh jadi agen. Ada data-datanya,” tuturnya.
PENJELASAN KOORDINATOR BPNT KABUPATEN
Secara terpisah, Koordinator BPNT Kabupaten Banggai Feri Santo, mengakui adanya polemik tersebut. “Saya tinjau langsung kesana, memang ada masalah terkait penawaran harga. Mereka para agen merasa terlalu mahal,” ucapnya.
Terkait dengan pengarahan VL pada suplaier tertentu, dirinya menginformasikan sekitar bulan Januari, Dinas Sosial telah merekomendasikan terkait pemberhentian VL untuk ditindak lanjuti oleh Kemensos. “Namun sampai sekarang, belum ada hasilnya,” kata Feri.
Adapun tudingan VL terhadap para agen yang merangkap pendamping PKH, coba diluruskannya. “Ada beberapa yang pedamping PKH, tapi bukan mereka, keluarganya yang jadi agen” jelasnya.
Feri juga menegaskan, terkait polemik ini sehingga berdampak pada ketidakwajaran harga bahan pokok yang di jual kepada KPM, para agen e-Warong semestinya menanamkan jiwa mulia bahwa prioritas utama adalah hak dan kebutuhan para KPM dapat terpenuhi dengan baik.
“Itu uangnya rakyat miskin, hak mereka sepenuhnya. Tidak boleh menjual diatas harga pasar. Jangan sampai lebih mahal harga di agen, dari pada harga pasar pada umumnya,” tegasnya.
Bukan hal yang gampang kata Feri, ketika mereka para koordinator memperjuangkan kenaikan nominal BPNT demi kesejahteraan KPM, sehingga wajib baginya pula untuk memantau pelaksanaan BPNT terlaksana sebagaimana mestinya.
“Kita harus iba melihat kondisi KPM, bahkan pernah ada satu KPM yang saya tambahkan uang lauk mereka,” tuturnya. *
Discussion about this post