IKLAN

Opini

Aksiologi Ikhlas

981
×

Aksiologi Ikhlas

Sebarkan artikel ini

Seperti yang tertuang dalam firman Allah SWT dalam surat As Saffat ayat 102 : Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!” Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.” (QS 37:102).

Keikhlasan Nabi Ibrahim dan putranya Nabi Ismail dalam menghadapi ujian yang nyata tersebut mendapatkan balasan yang tidak diperkirakan sebelumnya.

Berdasarkan firman Allah SWT dalam Surat As Saffat ayat 107 bahwa keikhlasan mereka tersebut ditebus dengan seekor sembelihan yang besar.  Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. (QS 37:107).

Dari kisah tersebut di atas kita bisa belajar bahwa keikhlasan yang kita lakukan akan mendapatkan balasan keridhaan dari Allah SWT.

Selain itu dengan menerapkan sifat keikhlasan juga akan membawa manfaat bagi yang memiliki sifat tersebut.

Keikhlasan Adalah Keindahan

Tidak pernah kita berpikir bahwa segala sesuatu yang indah dan menakjubkan ketika dipandang, dilihat dan di dengar adalah buah dari IKHLAS.

Pantai yang indah, gunung yang sejuk dan menyejukkan, gadis dan artis yang ganteng dan cantik adalah hasil atau buah dari sebuah keikhlasan yang diciptakan oleh Allah Swt. 

Hanya orang-orang yang berpikir (ulil Albab) yang meyakini bahwa segala sesuatu yang indah dan menakjubkan itu adalah karena Keikhlasan.

Makna Keindahan itu adalah bersih, alami, tidak kotor, suci dari hinaan.

Demikian pula penglihatan manusia atas kecantikan dan kegantengan seseorang dipandang indah karena terbebas dari cacat tubuh dan cacat fisik, tidak ada sesuatu yang kurang dan dipandang sempurna.

Baca:  Santun dalam Bertutur, Tegas dalam Bertindak

Semua nya itu adalah Ikhlas. Menurut Prof Dr. Qurai shihab Ikhlas diambil dari kata khalis yang memiliki arti bersih.

Maksudnya adalah bersihnya sesuatu yang sebelumnya sesuatu itu kotor atau tidak sesuai dengan substansinya.

“Contoh gelas dan air murni. Air kalau tidak tercampur dengan sesuatu yang lain, dalam Bahasa Arab atau bahasa agama dinamakan shofi, yang artinya suci. Tetapi kalau sudah bercampur dengan sesuatu yang lain, dia sudah tidak suci lagi. Maka untuk menjadikannya suci, apa yang tercampur tadi harus kita keluarkan. Ketika sesuatu atau kotoran itu sudah keluar, berarti sudah bersih. Maka mengeluarkan kotoran untuk membersihkan itulah yang kita sebut ikhlas”.

Jadi, ikhlas berarti suatu upaya untuk membersihkan sesuatu yang sebelumnya terkotori.

Semua ini, ada hal-hal di dalam hati kita yang tidak sesuai dengan apa yang dikehendaki Tuhan, maka itulah yang harus kita bersihkan. 

Contoh lainnya seperti saat salat bisa jadi orang mempunyai niat, “saya salat biar orang tau saya salat”.

Jika mau salat dengan ikhlas, maka kita harus menghilangkan niat seperti itu. Tidak peduli ada orang atau tidak.  Seorang penulis kolom MUHAMAD PAUJI mengatakan bahwa cara ia mendapatkan kebahagiaan lahir bathin adalah dengan SENI berbagi.

Apakah ada orang yang tidak berbakat sebagai seniman?

Saya kira, semua orang punya bakat di bidang seni, entah seni apapun yang dia sukai. Cobalah kita rehat sejenak dari segala hiruk-pikuk kesibukan, lalu lihat ke nurani yang lebih dalam.

Baca:  Bila Tak ada Bahu untuk Bersandar, Masih ada Lantai untuk Bersujud

Saya kira, setiap kita punya kemampuan dan bakat tersendiri untuk berkreasi atau menciptakan sesuatu yang unik dan langka.

Entah kita mau bikin kapal-kapalan dengan kertas, entah menciptakan lirik lagu yang unik, merangkai bunga, menggambar sesuatu, berakting di depan kamera, menyenandungkan salawat atau lagu religi, menulis cerpen atau novel. 

Pokoknya, apapun yang bisa menyalakan kreativitas dan menggugah jiwa, mesti hal itu dapat mendatangkan kebahagiaan batin bila kita Ikhlas melakukannya.

Seseorang mungkin saja lebih suka bernyanyi atau melagukan ayat-ayat Alquran, sementara yang lainnya suka melukis, menulis puisi dan cerpen, menari atau melawak, sah-sah saja, apapun yang Anda sukai.

Semuanya itu bernilai sebagai refleksi dan pengungkapan perasaan dalam diri bila ada Ikhlas dalam dirinya.

Mungkin saja ada yang menjadikan hobi dan bakat sebagai kerja sambilan yang mendatangkan rezeki, misalnya menulis untuk Kompas, Republika, Media Indonesia, Solopos atau Litera.

Meskipun, jika ingin mencari kualitas dalam berkreasi, maka Anda tak bisa menyandarkan diri bahwa honorarium seakan menjadi satu-satunya motivasi yang membuat seseorang bisa kreatif.

Kita harus memahami, bahwa sangat sedikit anggaran keuangan di negeri ini yang berputar di sekitar dunia seni, intelektual maupun kebudayaan.

Sehingga bila kita ikhlas melakukan apa yang kita cintai dan mencintai apa yang kita lakukan, pasti akan membuahkan hasil yang diluar dugan manusia. *

Penulis adalah Arsiparis Ahli Madya Badan Strategi Kebijakan Kementerian Dalam Negeri

error: Content is protected !!