Opini

Bahaya Politik Uang Terhadap Pemilu dan Demokrasi

726
×

Bahaya Politik Uang Terhadap Pemilu dan Demokrasi

Sebarkan artikel ini
Supriadi Lawani

Sedangkan aturan hukum larangan politik uang dalam Pemilihan sebagaimana ketentuan Pasal 187A Undang -Undang Nomor 10 Tahun 2016 yaitu;
(1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum, menjanjikan atau memberikan uang, atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia, baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi Pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu sebagaimana dimaksud pada Pasal 73 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
(2) Pidana yang sama diterapkan kepada pemilih yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Dalam undang-undang nomor 10 tahun 2016 justru lebih tegas disebutkan bahwa baik pemberi maupun penerima mendapatkan ancaman pidana, ini memang ada baiknya namun juga ada kekurangannya. Sisi kekurangnanya tentu saja dalam sisi pembuktiannya jika ada laporan tindak pidana politik uang ke Bawaslu dikarenakan si penerima sudah dapat dipastikan tidak akan pernah mengaku menerima sejumlah uang dari kandidat.

Sedikit Tentang Demokrasi

Seperti sudah diketahui secara umum bahwa Demokrasi berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.

Hans Kelsen mengatakan bahwa demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat dan untuk rakyat. Lebih jauh Kelsen menjelaskan bahwa wakil-wakil rakyat yang terpilih merupakan pelaksana kekuasaan negara, dimana rakyat telah memiliki keyakinan bahwa segala kehendak serta kepentingan mereka akan selalu diperhatikan dalam pelaksanaan pemerintahan tersebut.

Baca:  Midun, Tahun Baru dan Gaya Urban

Menurut Charles Costello, arti demokrasi adalah sistem sosial serta politik pemerintahan diri dengan kekuasaan-kekuasaan pemerintah yang dibatasi oleh hukum serta kebiasaan dalam melindungi hak-hak individu warga Negara.

Baca juga: Neokomunis Indonesia: Fatamargona?

Hasyim Asy’ari mengutip G. Bingham Powell, Jr mengatakan bahwa standar minimal demokrasi biasanya adalah adanya pemilu reguler yang bebas untuk menjamin terjadinya rotasi pemegang kendali negara tanpa adanya penyingkiran terhadap suatu kelompok politik manapun, adanya partisipasi aktif dari warga negara dalam pemilu itu dan dalam proses penentuan kebijakan, terjaminnya pelaksanaan hak asasi manusia yang memberikan kebebasan bagi para warga negara untuk mengorganisasi diri dalam organisasi sipil yang bebas atau dalam partai politik.

Senada dengan itu Martin Suryajaya mengatakan bahwa Konsep dasar dari demokrasi adalah sebuah rights-based politics, sebuah politik yang bertumpu pada hak. Ini dibuktikan dimana dasar dari konstitusi setiap negara demokratis terdapat pengakuan pada Hak Asasi Manusia sebagai hak konstitusional atau sebagai hak warga negara.

Hak memerintah diri ini lahir dikarenakan suatu asumsi bahwa masing-masing orang sebagai individu lebih mengetahui dirinya sendiri atau lebih mengetahui kepentingan dirinya sendiri dibandingkan orang lain. Hak inilah kemudian yang kita mandatakan melalui pemilihan umum atau pemilihan kepala daerah kepada pemimpin atau perwakilan kita sebagai sesuatu bentuk representasi hak rakyat secara kolektif yang kemudian lebih jauh diartikan sebagai pemerintahan rakyat.

Karena hanya kita yang mengetahui Kepetingan diri kita sendiri maka sudah selayaknya kita tidak melakukan “penipuan diri” dengan kebutuhan jangka pendek dan terlibat dalam kejahatan politik uang dengan menggadaikan hak asasi dan hak konstitusinal kita kepada sejumlah uang atau barang.

Dampak Politik Uang Terhadap Pemilu dan Demokrasi

Seperti disebutkan sebelumnya bahwa politik uang adalah usaha memperoleh kekuasaan dengan “membeli” dukungan dari pemilih atau partai politik yang oleh banyak pakar disebut sebagai korupsi elektoral karena merupakan perbuatan curang dalam pemilu yang hakikatnya sama dengan korupsi. Karena biaya politik yang tinggi yang diakibatkan oleh politik uang maka banyak kandidat harus mengeluarkan dana yang besar untuk menduduki jabatan tertentu sehingga muncul keinginan untuk mengembalikan “modal” saat pencalonan tersebut ketika dia terpilih.

Baca:  Oligarki Politik: Destruksi Kinerja Penegakan Hukum

Korupsi politik adalah hasil dari politik uang dan ini sangat berbahaya bagi kehidupan demokrasi. Penyelewengan kekuasaan dan juga dalah penyelewengan mandate rakyat (pemilih) yang dilakukan politisi untuk memperoleh keuntungan pribadi atau kelompoknya dengan tujuan meningkatkan kekuasaan atau kekayaan mengakibatkan rakyat menjadi korban karena hak-haknya sebagai Warga Negara (Pemilih) terampas dan mencederai prinsip,kejujuran dan keadilan dalam demokrasi.

Menjadi pemilih yang cerdas

Pemilih yang cerdas adalah mereka dengan kesadaran memilih memiliki sikap kritis dan rasional pada pemilu ataupun pemilihan, yaitu memahami hak konstitusionalnya sebagai warga negara untuk menggunakan hak pilihnya, memahami dan mengkritisi visi, misi dan program kerja para kandidat dan parpol serta tentu saja anti terhadap politik uang(money politics).

Adapun aktivitas pemilih cerdas dalam pemilu dan pemilihan adalah sebagai berikut :

  • Aktif mencari informasi tentang riwayat kandidat seperti latar belakang pendidikan, pekerjaan, aktivitas kemasyarakatan, riwayat perjuangan dan kepribadian dalam kehidupan kemasyarakatan.
  • Aktif mencari informasi tentang visi, misi dan program kandidat.
  • Aktif mencari informasi pemilu/pemilihan dan berperan serta dalam pelaksanaan setiap tahapan
  • Aktif mengecek statusnya di DPS dan DPT online untuk memastikan apakah yang bersangkutan sudah terdaftar atau belum sebagai pemilih
  • Aktif mengajak pemilih dan datang langsung ke TPS pada hari H untuk menggunakan hak pilih.
  • Aktif mengikuti kegiatan kampanye untuk mengetahui lebih dalam visi, misi dan program kandidat
  • Aktif awasi proses pemungutan suara di TPS dan penghitungan suara berjalan secara jujur dan adil
  • Aktif memonitor rekapitulasi hasil hingga penetapan hasil suara di semua tingkatan. *

(Penulis adalah Anggota KPU Kabupaten Banggai Periode 2018-2023)

error: Content is protected !!