Advertisement
Nasional

Kerusakan hutan di Indonesia Diciptakan Para Korporasi Ekstraktif

335
×

Kerusakan hutan di Indonesia Diciptakan Para Korporasi Ekstraktif

Sebarkan artikel ini
Kerusakan Hutan
Diskusi Publik

JAKARTA— Pada Jumat (1/4/2022) Transformasi untuk Keadilan (TuK) Indonesia menyelenggarakan diskusi publik dengan tema “Mendulang Cuan, Merisikokan Hutan”. Diskusi ini dilakukan secara hybrid atau secara luring dan daring.

Diskusi ini menghadirkan lima pembicara utama yaitu, Abetnego Tarigan (Deputi II Kantor Staf Kepresidenan), Prof. Hariadi Kartodiharjo (ahli kehutanan IPB), Felia Salim (Ekonom senior), Made Ali (Koordinator Jikalahari) dan Edi Sutrisno (Direktur TuK Indonesia).

Diskusi bertempat di The Hermitage, A Tribute Portfolio Hotel, Jakarta ini dimoderatori oleh Jalal seorang pakar corporate social responsibility (CSR).

Dalam diskusi ini terungkap bahwa Kerusakan hutan (deforestasi) di Indonesia masih terus terjadi dan deforestasi ini diciptakan oleh korporasi-korporasi ekstraktif baik sektor perkebunan maupun pertambangan.

Semakin ke Timur Indonesia deforestasi tersebut beroperasi luar biasa dan sangat merusak.

Deforestasi ini terjadi tidak lepas dari keterlibatan dan kontribusi dari lembaga jasa keuangan yang selama ini mengucurkan pembiayaan kepada korporasi tanpa melakukan uji tuntas (due diligence) secara serius dan benar.

Baca:  Piala Dunia U-17 2023, Indonesia Main di Pot Satu

Padahal di Indonesia saat ini sudah memiliki peta jalan (roadmap) keuangan berkelanjutan dan memiliki taksonomi hijau yang baru diluncurkan Presiden pada Januari lalu.

Edi Sutrisno dari TuK Indonesia mengatakan bahwa sangat berharap roadmap dan taksonomi hijau akan memperbaiki kinerja keuangan terutama dalam perlindungan lingkungan.

Edi Sutrisno

Mengingat tahun ini kita memiliki hajatan besar G20, yang mana semua aktor dan stakeholders harus berperan.

“Pembangunan di Indonesia tidak bisa dipisahkan dengan pembangunan yang terjadi di luar Indonesia. Sampai saat ini indeks Environmental Sociaal Governance (ESG) Indonesia masih belum naik sehingga kami tidak terlalu yakin investasi hijau akan masuk ke Indonesia apabila indeks Environmental Sociaal Governance (ESG) masih buruk dan ini masih menjadi tantangan” demikian Edi Sutrisno.

Aktifis yang fokus berjuang untuk pembangunan “Ekonomi Hijau” ini sudah sering melakukan protes terhadap Lembaga keuangan internasional yang membiayai perusakan hutan di Indonesia baik di Eropa maupun Amerika.

Baca:  SMSI Tolak Rancangan Perpres Publisher Right

Aktifis yang biasa di panggil Gun ini juga mengatakan bahwa tidak bisa mengatakan untuk menghentikan pembiayaan.

Sebab kita semua tahu pembangunan membutuhkan itu semua. Tapi kita juga tidak ingin pembiayaan yang masuk ke Indonesia tidak memperhatikan aspek tatakelola, sosial dan lingkungan.

“Saya berharap ini menjadi diskusi yang konstruktif, harapannya, ada data yang benar, perencanaan yang benar, sehingga implementasinya pun benar karena semakin ke timur. Informasi semakin sulit dan tantangan kita adalah bagaimana bisa melakukan distribusi informasi dan melakukan pemantauan ke Timur Indonesia,” tegas Gun.

Gun dalam kesempatan itu berharap agar diskusi ini menjadi bagian dari Ibadah dalam memperjuangkan kondisi lingkungan kita di Indonesia dalam pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang berkelanjutan dan berkeadilan untuk menuju Ekonomi Hijau. *

(rilis)