BANGGAI, Luwuktimes.id — Ketua Bosanyo yang juga Ketua Lembaga Musyawarah Adat Masama, Rahmat Djalil menolak Ijin Usaha Pertambangan (IUP) Operasional Produksi (OP) PT Empros Jaya.
Ketua Adat Masama ini pun meminta kepada pemerintah pusat khususnya Kementrian ESDM dan Pemerintah Daerah untuk tidak menerbitkan IUP OP perusahaan tersebut.
Karena perusahaan yang bergerak di pertambangan batu gamping di Desa Ranga Ranga Kecamatan Masama itu baru mengantongi IUP eksplorasi.
“Perusahaan tersebut tidak memenuhi ketentuan dalam peraturan perundang undangan. Diantaranya UU Nomor 32 THN 2009 tentang pengelolaan lingkungan hidup serta peraturan pemerintah Nomor 27 tahun 2012 tentang pengelolaan lingkungan hidup,” kata Rahmat kepada Luwuk Times, Senin (13/05/2024).
Bahkan sebut Rahmat, aktifitas eksplorasi yang dilaksanakan oleh perusahaan tersebut telah menelan korban kecelakaan lalulintas tunggal.
Itu karena luapan lumpur sendimen yang sangat licin, sehingga kerap menggenangi jalan raya.
Dan yang sangat mengherankan kata Rahmat Djalil saat ini perusahaan telah memiliki Wiup seluas 90 Ha. Dengan begitu, perusahaan telah menguasai lahan yang dimaksud.
Nah, sementara faktanya puluhan hektar tanah masyarakat yang memiliki alas hak sah yang berada di Wiup PT Empros Jaya, tidaklah dilepaskan haknya, baik melalui pembelian maupun ganti rugi.
“Lalu lampiran alas hak apa yang diajukan oleh perusahaan dalam mendapatkan Wiup seluas 90 Ha tersebut,” tanya Rahmat.
Tata Ruang Pertanian
Masih dengan kritikkan Rahmat Djalil. Perusahaan tersebut sebutnya tidak mengindahkan kearifan lokal.
Olehnya tekan Rahmat yang juga pemerhati lingkungan berharap kepada pemerintah untuk tidak menerbitkan IUP di Kecamatan Masama yang notabene tata ruang wilayahnya adalah pertanian.
Bagi Rahmat, kegiatan tambang hanya akan merusak lingkungan dan berdampak hancurnya sektor pertanian serta perikanan.
Termasuk berpotensi melenyapkan mangrove untuk kepentingan Jety juga berdampak pada cadangan sumber air bersih.
“Kami juga meminta agar Gakum Lingkungan Hidup Wilayah Sulawesi Tengah dapat turun untuk melihat langsung kondisinya,” kara Bosanyo.
Ia juga menyesalkan terhadap langkah managemen perusahaan, yang meminta dukungan masyarakat untuk kelanjutan aktivitas persuahaan.
Menurut Rahmat hal ini adalah praktek mafia tambang. Karena akan membenturkan antara masyarakat.
Padahal substansinya adalah perusahaan tidak memenuhi syarat normatif yang telah diatur oleh peraturan perundang undangan.
“Tanyakan kepada PT Empros Jaya. Kapan dan dimana melakukan konsultasi publik. Dan adakah dokumen Amdal nya,” tutup Rahmat Djalil. *
Baca: Tuntut Kompensasi, 50 Warga Desa Siuna Banggai Demo PT Prima Dharma Karsa
Discussion about this post