Tahun lalu saya berkesempatan ke Tokyo dan Hainan. Saya hanya memeriksa tata kelola kota dari aspek kebersihan dan transportasi. Luar biasa memang. Mudah-mudahan kota-kota di Indonesia menuju kesana, termasuk Kota Palu. Kita hanya butuh kesadaran masyarakat.
Kesadaran masyarakat adalah kunci keberhasilan pemerintahnya. Bisa dimaklumi mengapa anggaran kebersihan Tokyo lebih rendah dibanding kota-kota di Indonesia. Jawabannya sederhana, urusan kebersihan menjadi tanggungjawab masyarakat ketimbang dinas kebersihan kota.
Transportasi publik justru sebaliknya. Menjadi urusan pemerintah hingga masyarakat tak perlu berlomba-lomba memperbanyak kenderaan guna mengurangi kemacetan, polusi dan stres. Kota menjadi lebih manusiawi sejalan dengan kebijakan environtmental issues.
Pertumbuhan pusat-pusat keramaian Kota Palu secara ekonomi mengindikasikan meningkatnya pendapatan masyarakat. Mungkin dampak positif pertambangan di circle sebagai penopang kota (Donggala, Morowali, Banggai). Di luar kritik atas sisi negatifnya yang mesti di urus dalam jangka panjang. Masyarakat mencari hiburan ke Kota Palu.
Kota Palu seperti menyediakan fasilitas itu. Menahan tumpahan rezeki nikel agar tak mengalir deras ke kota disekelilingnya. Sama halnya Singapura yang memperbanyak hiburan agar limpahan kesejahteraan tak banyak tumpah ke negara disekitarnya. Sebab titik tumpah kemakmuran biasanya menetes ke Malaysia dan Batam (trickle down effect).
Saya setuju bila pusat-pusat ibukota kabupaten di Sulteng merujuk ke Kota Palu. Maklum, Sulteng tak punya banyak kota seperti di Jawa. Jalan-jalan sempit diperlebar, harus ada distribusi keramaian agar tak sesak di suatu tempat. Tanpa melupakan fasilitas bagi pencapaian kebutuhan rohani. Termasuk penataan lahan pemakaman yang tak beraturan dan menakutkan.
Pemakaman di kota-kota maju berubah menjadi taman indah. Tak ada pusara yang menancap tak beraturan. Semua sama rata, hijau oleh Rumput Jepang, tanpa memperlihatkan kesan itu kuburan orang kaya dan orang miskin. Masyarakat bahkan bisa bermain disekitar kuburan tanpa merasa ditunggui Hantu Wentira.
Saya ingat petuah salah satu Bupati Luwu tempo hari, fokus pembangunan pada tiga tempat keramaian, yaitu pasar, tempat olahraga, dan rumah ibadah. Disanalah masyarakat berkumpul, mengelola urusan jasmani dan rohani. Bila ketiganya menjadi perhatian serius, sudah pasti pelayanan melahirkan keseimbangan.
Faktanya, efek dari semua itu elektabilitas walikotanya meningkat tajam.Tanpa kampanye berlebihan, membuang banyak sampah baliho dan kebohongan, pasangan Hadianto signifikan dipilih kembali dengan perolehan 63,36%. Itulah model kepemimpinan pemerintahan yang perlu dicontoh sembari menikmati jalan santai bersama rekan seletting Pasopati. *
Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News dan saluran WhatsApp Channel
Discussion about this post