Bukan bermaksud menyederhanakan, namun persoalan umum terkait pemutahiran data pemilih ini dapat kita ringkas dalam empat bagian persoalan terkait peristiwa kependudukan.
Pertama adalah terkait perekaman Kartu Tanda Penduduk Elektronik (KTP-EL). Kedua data Pensiun anggota TNI/Polri dan anggota baru TNI/Polri. Ketiga data kematian dan keempat data penduduk yang masuk maupun keluar dari suatu daerah.
Inilah empat permasalahan utama diantara banyak persoalan lain yang menjadi persoalan dalam setiap tahapan pemutakhiran data pemilih dan tentu saja ini akan berat diatasi jika pemutahiran data pemilih hanya bersifat periodik dalam suatu tahapan pemilu maupun pemilihan.
Untuk merespon situasi agar setiap warga negara yang berhak memilih dapat terjamin haknya maka Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia mengeluarkan suatu kebijkan agar pemutahiran data pemilih ini merupakan suatu rangkaian kegiatan yang bersifat berkelanjutan (kontinuitas).
Tujuannya agar dapat menjamin bahwa setiap warga negara yang sudah mempunyai hak untuk memilih dapat tercatat dan terdaftar sebagai pemilih.
Pada awalnya aktifitas pemutahiran data pemilih berkelanjutan ini hanya berdasarkan surat Ketua KPU Republik Indonesia nomor 132/PL.02-SD/01/KPU/II/2021 tentang Pemutakhiran Data Pemilih Berkelanjutan tahun 2021.
Kemudian disusul dengan Surat nomor 366/PL.02-SD/01/KPU/IV/2021 perihal perubahan surat nomor 132/PL.02-SD/01/KPU/II/2021 tentang Pemutakhiran Data Pemilih Berkelanjutan tahun 2021.
Kemudian pada tanggal 12 November 2021 Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia mengeluarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 6 tahun 2021 Tentang Pemutakhiran Data Pemilih Berkelanjutan yang kemudian menjadi payung hukum yang kuat dalam pelaksanaan Pemutkhiran data Pemilih Berkelanjutan diluar tahapan Pemilu maupun Pemilihan.
Walaupun Undang-Undang Republik Indonesia nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia tidak menjadi pertimbangan dalam penyusunan PKPU Nomor 6 tahun 2021 Tentang Pemutakhiran Data Pemilih Berkelanjutan, namun secara implisit peraturan ini adalah wujud dari perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM).
Itu dikarenakan tujuan peraturan ini adalah untuk menjamin semua yang berhak memilih dalam pemilu maupun pemilihan dapat tercatat dan terdaftar sebagai pemilih yang mana hal ini juga senada dan memiliki semangat yang sama dengan pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menyebutkan bahwa “setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.
Inilah titik temu dari apa yang disebut sebagai menjaga hak memilih warga negara sekaligus juga adalah salah satu bentuk perlindungan hak asasi manusia (HAM). *
(Penulis adalah Anggota KPU Kabupaten Banggai Periode 2018-2023)
Discussion about this post