“Berarti regulasi yang berada disana harus berdasarkan NSPK (Norma Standar Prosedur Kriteria). NSPK dikeluarkan oleh Kementerian ESDM bahwa daerah bisa melakukan pengaturan pemanfaatan atau pungutan terhadap retribusi air tanah. Nah, NSPK ini yang kemudian harus diturunkan ke daerah,” jelas Farid.
Perlakuan terhadap JOB Medco E & P disektor hulu sebagai subjek pajak air tanah kata dia tidaklah sama dengan PT. DS-LNG.
“Kalau DS LNG, pure swasta. Sedangkan, JOB adalah gabungan antara pemerintah dengan swasta,” tuturnya.
Secara hirarki kata dia, OPD terkait belum bisa banyak mengatur pajak air tanah secara detail manakala NSPK dimaksud belum diketahui.
“NSPK itu tidak serta merta ke Kabupaten, harus di atur terlebih dahulu di dalam payung hukum yang dibuat pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah, kemudian turunannya ke kita,” papar Farid.
Ditambahkan Farid, merevisi Perbup ini harus membutuhkan penafsiran lebih jauh tentang tanah sebagai objek pajak.
Dicontohkannya pada proyek Migas, ada pekerjaan landclearing meninggikan atau menurunkan permukaan tanah. Akibat dari kegiatan tersebut ada penggunaan material sehingga dikenakan retribusi.
“Perlu ada pelebaran menunya dalam Perbup. Karena itu yang menjadi kendala belum dibayarkannya pajak tersebut. Jenis tanah bukan cuma satu, ada bermacam-macam, ada tanah diatom, tanah liat, dan sebagainya,” lanjutnya.
Kondisi yang turut mempengaruhi Perbup 30/2018 adalah dinamisnya perubahan aturan di pusat dengan daerah yang diperhadapkan dengan waktu pembuatan.
“Kita baru menjalankan aturan ini, di pusat sudah berubah. Waktu yang dibutuhkan untuk membuat Perda atau Perbup tidak cepat, biasanya setahun, itupun harus melalui DPRD,” pungkasnya. *
(cen)
Discussion about this post